Kalijaga.co – Jaringan Gugat Demokrasi (Jagad) memperingati 30 hari matinya demokrasi di rezim Jokowi di depan Istana Negara Gedung Malioboro pada kamis, 14/03. Aksi Sejagad yang diihadiri oleh mahasiswa mahasiswa, buruh, jurnalis, dan beberapa lembaga masyarakat menyatakan sikap pemilihan umum pemilu 2024 yang mengalami kemunduran demokrasi.
Tri Wahyu perwakilan dari Forum Cik Dik Tiro, memaparkan kondisi pemerintah sekarang sangat memprihatinkan. Mulai dari merebaknya Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN) yang kembali terjadi, pengangkangan Mahkamah Konstitusi (MK), pengangkangan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Beberapa hal tersebut mengindikasikan sejarah kelam orde baru akan kembali terulang.
“Hari ini, sejarah membuktikan jokowi perusak reformasi yang mendukung penculik menjadi penguasa di republik ini, padahal ketika capres 2014 dan 2019 bilangnya teman baik Wiji Thukul,” ujar Wahyu dalam orasinya.
Selain itu di tahun ini dwifungsi ABRI seperti masa orde baru, lanjut Wahyu, mulai muncul kembali. Terlihat dengan diberikannya kesempatan kepada para aparat kemanan untuk masuk di ruang-ruang jabatan sipil.
Alif Perwakilan dari BEM UMY, menuturkan perbedaan pemerintah era orde baru dengan pemerintah era jokowi yang mengalami kemundurun demokrasi. Era orde baru para aktivis diculik , dihilangkan oleh Aparat melalui dwifungsi Abri. Sedangkan di era rezim jokowi akun-akun Instagram, twitter, whattshap pribadi diretas.
“Ketika penindasan muncul maka sangat wajar jika perlawanan akan bermekaran,” ujar Alif.
Januardi Husin perwakilan AJI Yogyakarta, melihat kondisi demokrasi hari ini telah mati. Matinya hak kebebasan berbicara, hak kebebasan sipil dan represi militer yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dengan ini ia mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, budayawan, sastrawan untuk kembali merapatkan barisan jika tidak akan kembali ke zaman kegelapan.
Ia juga mengajak bersama jurnalis sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan fakta , kebenaran untuk mengungkap segala praktik kecurangan, kebobrokan yang dilakuakan pemerintah.
“Sekali lagi teman-teman mari kita kuatkan barisan tidak boleh kendor sedikitpun, mari kita konsisten setiap tanggal 14 kita merayakan hari matinya demokrasi,”ujar Januardi.
Aksi Sejadag ini dilakukan setiap tanggal 14 sebagai catatan sejarah matinya demokrasi dalam negeri. Aksi dimulai dengan penaburan bunga mawar melati diatas kijing makam berkain putih, sebagai simbol berduka atas matinya demokrasi di rezim Jokowi.
Reporter: Nanik Rahmawati | Editor: Maria Al-Zahra