Problematika Magang MBKM Perdana KPI : Tuai Keluhan dan Memberatkan Mahasiswa

8 0
Read Time:7 Minute, 19 Second

Kalijaga.co – Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyelenggarakan program magang di Brilio.net pada semester genap tahun ajaran 2022/2023. Sebanyak 24 mahasiswa dari penjurusan yaitu penyiaran dan jurnalistik diikutsertakan dalam program ini. Program magang yang diselenggarakan pada bulan Maret – Juni 2023 ini merupakan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Dalam buku pedoman magang profesi prodi KPI, program magang MBKM ini diharapkan dapat memberikan pengalaman bagi mahasiswa sebelum terjun ke industri media. Namun, nyatanya program ini justru memberatkan mahasiswa, utamanya mahasiswa penjurusan penyiaran. Ada 16 mahasiswa penyiaran yang dibagi menjadi empat kelompok. Setiap kelompok dituntut membuat dua konten video berdurasi minimal tiga menit setiap harinya. 

Meila Daru, salah satu mahasiswa magang mengeluhkan tugas dua konten itu terasa berat karena tidak disediakan fasilitas. Untuk mengedit dan mengambil video, ia bersama kelompoknya harus menggunakan peralatan pribadi. Sayangnya tidak sembarang peralatan diperbolehkan karena ada kriterianya. Hal inilah yang memberatkan mahasiswa magang karena tidak semua mahasiswa memiliki peralatan yang sesuai kriteria.

“Pakai device sendiri dan ada ketentuannya. Misal pake Iphone 8 dan Android yang juga ada spesifikasinya,” keluh Daru saat diwawancarai.

Daru juga memaparkan fasilitas kantor yang terbatas. Di kantor tempatnya magang hanya ada satu studio, jadi untuk pembuatan konten ia dan kelompoknya beralih pada studio kampus. Hal itu ia lakukan untuk memenuhi target harian.

“Di kantor buat naskah aja nanti nunggu di-acc, jarang buat video di kantor karena studionya kadang dipakai sama anak magang dari kampus lain,” keluh Daru.

Selain beban tugas yang tidak diimbangi dengan fasilitas, lanjut Daru, tidak ada evaluasi serta masukan selama magang. Ia menceritakan, di awal magang kelompoknya lebih rajin mengonten daripada kelompok lain, tapi lama-lama sering telat karena tidak ada motivasi untuk meningkatkan kualitas konten. Bahkan sampai pernah pengumpulan naskah video yang salah, tapi tetap di-acc dan jika tidak mengumpulkan juga tidak ada teguran.

“Jadi di hari pertama kita buat konten bener-bener prepare kayak aku dandan di-make up, pakai clip on yang bagus, pakai lighting, tripod, dan sebagainya. Akhirnya aku nyesel karena nggak ada motivasi buat bagus, jadi males,” ujar Daru.

Kendala lain bagi Daru adalah kebingungan dalam menentukan ide konten. Ide itu nantinya berpengaruh pada bentuk konten dan target audiensnya. Kebingungan Daru dikarenakan tidak ada standardisasi pembuatan konten dari tempat ia magang.

“Kita dari awal udah nanya, tapi nggak dikasih. Jadi kami buat seadanya. Pernah mengajukan pengen buat video lucu atau di luar kebiasaan tapi ditolak. Terus ganti, jadi konten edukasi. Tapi ditolak, nggak sesuai kemauan pihak Brilio. Ternyata konten video yang di-acc itu hal-hal kecil kayak cara membuat bunga dari sedotan,” tutur Daru.

Menurut Titis Widyatmoko, Pemimpin Redaksi Brilio.net, beban tugas mahasiswa magang bisa didiskusikan dengan mentor. Namun, karena ini adalah program magang MBKM memang, tugasnya sedikit diperberat melihat jumlah SKS-nya mencapai 20. Sedangkan untuk fasilitas memang sangat terbatas dan sering digunakan oleh karyawan serta mahasiswa magang reguler.

“Alatnya karena memang beberapa ada dipakai magang yang lain, kadang antre, kadang harus bergiliran. Itu masalah teknis yang bisa dibicarakan,” ujar Titis.

Titis menyebut justru fasilitas yang berharga itu seperti ilmu, pengalaman kerja yang sesungguhnya, relasi, dan portofolio. Menurutnya portofolio magang inilah yang akan menjadi kebanggaan bagi para mahasiswa.

“Yang paling penting sebenarnya transfer knowledge, kedua pengalaman kerja yang sesungguhnya, ketiga jaringan, keempat tentu portofolio karena yang dikerjakan akan tampil di media mainstream. Itu memberikan kebanggaan tersendiri, karena portofolio karyanya muncul di media  mainstream,” jelas Titis.

Sementara Nanang Mizwar, selaku Kaprodi KPI menjelaskan capaian magang adalah mahasiswa mampu menciptakan karya jurnalistik atau penyiaran serta memahami pengelolaan media.  Jadi itu yang menjadi pertimbangan sebelum meringankan tugas magang mahasiswa.

Nanang juga membenarkan bahwa memang beberapa mahasiswa telah menyampaikan keluhannya. Namun, kembali lagi dengan isi Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang sudah disepakati di awal terkait tugas mahasiswa magang dan capaian SKS.

“Meringankan juga pake logika, jadi kemarin saya biarin saja karena 20 SKS itu jadi acuan. Ada aspek profesionalitas, tanggung jawab, disiplin, bekerja tim, mampu menyelesaikan masalah, masih banyak lagi. Jadi itu pertimbangannya,” jelas Nanang.

Tidak Ada Evaluasi dari Mentor

Daru memaparkan pada saat awal sosialisasi program magang MBKM akan ada empat mahasiswa dari jurusan penyiaran yang ikut di Brilio.net. Namun, nyatanya ada enam belas mahasiswa yang diterima.

“Kaget yang diterima enam belas orang, padahal di awal bilangnya yang diterima cuman empat,” ujar Daru.

Bagi Daru dengan banyaknya jumlah mahasiswa magang yang diterima membuat tidak efisien dalam mengerjakan tugas magang. Efeknya menyebabkan tidak ada evaluasi dari mentor kepada mahasiswa magang. Evaluasi ini padahal berpengaruh pada perbaikan konten mahasiswa magang.

“Perbulan juga nggak ada evaluasi. Misal tidak mengerjakan juga tidak ada teguran. Awal dulu kita rutin mengerjakan dua konten dibanding kelompok lain, tapi makin ke sini kita sendiri yang telat karena gak ada motivasi untuk magang,” kata Daru.

Selama magang ia juga merasa ilmu terkait penjurusannya hanya bertambah sedikit. Hal ini dikarenakan tidak ada pelatihan bagi mahasiswa penyiaran, hanya ada perombakan konten untuk menyesuaikan dengan Brilio.

“Nggak ada prosedur, tidak ada pengajaran. Ada pelatihan, tapi hanya buat jurnalistik,” ujar Daru.

Titis membenarkan bahwa banyaknya mahasiswa magang yang diterima ternyata membuat mentoring tidak maksimal, khususnya di penjurusan penyiaran. Sebelumnya pihak Prodi KPI malah mengajukan jumlah yang tinggi untuk mahasiswa magang, sehingga harus disaring. Akhirnya setuju di angka 24 mahasiswa dari dua penjurusan melihat kapasitas kantor dan mentor.

“Konten video punya tiga mentor untuk lima tim. Waktu itu kita pikir-pikir kapasitas kantor dan mentor itu bisa diterapkan,” ujar Titis.

Hal itu berbeda dengan mahasiswa magang penjurusan jurnalistik yang sudah lebih siap dan matang dalam hal mentoring. Seperti yang dipaparkan oleh Agustin Wahyuningsih, salah satu mentor jurnalistik, sebanyak delapan mahasiswa magang jurnalistik dipegang oleh lima mentor yang dibagi pada tiga rubrik di Brilio. Dua mentor di rubrik food, dua mentor lagi di rubrik technology dan satu di rubrik beauty. Mentoring dilakukan dari awal penulisan hingga akhir.

“Jadi mulai dari usulan ide sampai penulisan didampingi bahkan pas ngedit kita langsung sampein evaluasinya,” tutur Agustin.

Mas Noviani, salah satu mahasiswa magang jurnalistik menuturkan selama magang ia dituntut untuk membuat tiga tulisan tiap harinya. Namun, untuk pembuatan tulisan selalu didampingi yaitu sejak awal penyusunan ide tulisan, saat menulis diberitahu terkait ketentuan standar penulisan di Brilio hingga proses editing.

“Tulisan selalu dikoreksi, kalau parah dikembalikan. Kebanyakan kurang ketelitian di kata yang kurang baku. Jadi, kita belajarnya dari setiap kita ngerjain,” tutur Novi.

Walaupun Novi mengaku memang lebih mudah mengerjakan tugas penulisan karena sudah jelas alur dan standarisasinya, nyatanya masih sering terjadi miskomunikasi. Seperti saat ia mau terjun liputan dan membutuhkan surat izin, ternyata surat yang turun terkadang lama dan susah prosedurnya. Padahal dari pihak editor maunya dipercepat. Jadilah dirinya yang terkena spam.

“Kami terjun ke lapangan susah kalau nggak ada surat izin. Jadi kalau editor pengen cepet, tapi suratnya lama itu kami yang dikejar-kejar. Kalau misal ngirimnya lama di-spam, di telponin, aku off WA pindah di email spam-nya,” ujar Novi.

Perlu Kejelasan Informasi Magang

Daru dan Novi mengeluhkan soal ketidakjelasan informasi magang MBKM. Utamanya terkait fasilitas yang didapat selama mahasiswa magang karena di awal pemberitahuan magang bahwa akan mendapat uang transport. Namun, sampai magang selesai mereka tidak mendapatkannya.

“Padahal di awal diiming-imingi dapet uang transport. Siapa sih yang nggak mau dapet transport itu yang bilang dari prodi, jadi merasa tertipu,” sesal Novi.

Nanang membantah permasalahan dana transportasi bagi mahasiswa magang. Ia berdalih sudah memberikan penjelasan tentang isi Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang berkaitan dengan fasilitas yang didapatkan oleh mahasiswa magang. Diantaranya yaitu konversi mata kuliah 20 SKS, tugas dan wewenang, konsumsi yaitu makan siang, dan tidak ada uang transport.

“Kan sebelumnya isi PKS sudah dikasih tau,” ujar Nanang.

Di dalam PKS antara prodi KPI dengan Brilio memang tidak dibahas secara spesifik mengenai uang transport. Namun, menurut pengakuan Novi ataupun Daru, PKS tersebut juga tidak ditunjukkan pada mahasiswa magang. Hal ini membuat mahasiswa tidak tahu akan hak dan kewajiban yang disepakati.

“MoU-nya (PKS) nggak di-floor-in,” tutur Novi.

Selanjutnya Daru menyarankan bagi mahasiswa yang berniat magang MBKM di waktu mendatang perlu tau secara menyeluruh soal PKS magang. Tujuannya agar semuanya transparan dan jelas, entah dari tugas magang, fasilitas yang didapat, bahkan hingga peran dosen pembimbing lapangannya.

“Ini berapa bulan, dibayar nggak, teknisnya gimana, kerjasamanya gimana. Jangan daftar dulu baru tau, tapi tau dulu baru daftar,” ujar Daru.

Menurut Nanang, memang ada beberapa evaluasi dari pelaksanaan MBKM ini. Pertama banyaknya mahasiswa yang mengeluh karena belum siap terjun di dunia kerja dan ini akan didiskusikan kembali bersama para dosen. Kedua, terkait konsentrasi penyiaran yang nantinya diarahkan ke televisi lokal dan radio juga akan didiskusikan. Hal ini masih diusahakan karena pengetahuan dan keterampilan lebih di dunia industri benar-benar dibutuhkan di dunia kerja.

“Tetap melanjutkan proses magang dengan cari media lain. Selalu ada yang namanya proses. Belajar dari proses yang sudah dilaksanakan, perbaikan, evaluasi, dan yang baik dipertahankan,” tutur Nanang.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *