Kalijaga.co – Kisah pilu pendorong gerobak malioboro yang terdampak relokasi dirasakan Kuat Suparjono. Pria yang akrab disapa Kuat itu kini menjadi petugas kebersihan. Tugasnya membersihkan got di ruas paling barat jalan Malioboro.
Kuat dulu juga ikut dalam aksi menuntut hak pekerjaan untuk pendorong gerobak. Selama itu, untuk mendapatkan penghasilan ia harus melakoni kerja sampingan servis AC dan mesin cuci. Namun, dari itu saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya selama kehilangan pekerjaan. Ia sampai harus menjual motornya kala itu.
Dulu saat masih mendorong gerobak, ia punya 24 langganan. Untuk masing-masing gerobak, jasanya dihargai 10 ribu. Praktis secara kalkulasi dalam satu hari ia punya penghasilan 240 ribu. Dengan penghasilannya saat itu, ia mampu mencukupi kebutuhannya.
Lantas apakah gajinya yang 2,3 juta itu cukup untuk kebutuhannya?
“Cukup gak cukup harus cukup,” jawabnya sambil tertawa sejenak.
Hingga saat ini, ia masih menjalankan pekerjaan sampingannya sebagai tukang servis untuk tambahan pemasukan. Sebab, selain kebutuhan harian keluarganya, ia masih punya tanggungan tahunan rumah yang dikontraknya di daerah Sleman.
Untuk mencukupi kebutuhan itu, keluarganya pun turut bekerja untuk pemasukan tambahan. Anak tertuanya bekerja menjadi karyawan di sebuah toko di Malioboro, sedang istrinya bekerja di toko sembako di pasar Sleman.
Meski begitu, ia tetap merasa bersyukur dengan pekerjaannya saat ini. Ia punya filosofi pribadi untuk itu, yaitu handarbeni. Handarbeni menurutnya adalah perasaan ikut memiliki dan ikut berkontribusi kepada tempat ia tinggal dan dilahirkan, yaitu kota Yogyakarta.
Sejak 2010 Kuat telah menjadi pendorong gerobak PKL. Selama itu, ia merasa telah diberi penghidupan lewat Malioboro. Kini, saat ia dipekerjakan sebagai petugas kebersihan, ia merasa saatnya untuk ikut berkontribusi menjaga kebersihan Malioboro. Dengan itulah ia bersyukur dengan pekerjaannya saat ini.
Meski sudah tidak lagi mendorong gerobak, Kuat tampak masih memiliki ikatan sosial dengan PKL yang menyewa jasanya dulu. Saat saya berbincang dengan Kuat di teras Malioboro 2, beberapa kali orang-orang yang lewat berhenti dan menyapanya.
“Itu saya dulu yang ndorong,” katanya.
Penulis: Aji Bintang Nusantara