Perjalanan Museum Affandi: Dari Impian Menjadi Kenyataan

0 0
Read Time:3 Minute, 48 Second

Kalijaga.co – Affandi, seorang maestro lukis ekspresionis Indonesia yang namanya telah dikenal oleh dunia internasional. Karya-karyanya merupakan cerminan perenungannya terhadap realita sosial yang terjadi. Sebagai contoh, lukisannya yangg berjudul “Sabung Ayam” tahun 1980, merupakan bentuk kritikan tentang sifat kemanusiaan seseorang yang tega menjadikan ayam beradu di arena pertandingan sebagai objek perjudian.

Affandi Koesoema, lahir di Cirebon pada 1907. Hidupnya kemudian berpindah pindah untuk mencari rejeki agar dapat mengidupi keluarganya. Sampai pada akhirnya ia mendirikan rumah di Yogyakarta.  Sejak dulu ia bercita-cita untuk mendirikan museum agar karya-karyanya dapat dinikmati oleh banyak pasang mata. Sedikit demi sedikit impiannya terwujud, dibangunlah sebuah museum untuk memerkan karya-karya dari sang maestro Affandi.

Jika kalian melewati UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, maka akan terlihat bangunan yang terletak di dekat Sungai Gajah Wong yang berarsitektur atap berbentuk pelepah daun pisang, di situlah Museum Affandi berdiri. Tepatnya di Jl. Laksda Adisucipto No. 167, yang menempati lahan seluas 3.500 m2 dan terdiri dari tiga galeri beserta satu galeri pelengkap. Pembangunan museum ini dilakukan secara bertahap. Sedangkan perancang arsitektur bangunan tersebut ialah Affandi sendiri.

Awal mula pendirian museum adalah murni dari impian Affandi agar dapat mengumpulkan karya-karyanya dan dapat dinikmati oleh masyarakat terutama penikmat seni. Dari rumah yang ia tinggali, dibangunlah  museum yang ia rancang sendiri. Sampai di tahun 1962 pembangunan galeri I dapat diselesaikan.

Dengan jerih payah Affandi mengumpulkan dana dengan bekerja, melukis, dan sesekali menjual lukisanya maka berdirilah museum yang dinamai Museum Affandi yang diresmikan pada tahun 1974 oleh Ida Bagus Mantra, Dirjen Kebudayaan Umum saat itu.

Berbicara tentang arsitektur bangunan, atap bangunan galeri I berbentuk daun pisang. Daun pisang ini memiliki filosofi yang melekat di ingatan Affandi pada kehidupan masa kecilnya, yaitu ketika ia dan saudara-saudaranya pernah terkena penyakit cacar dan belum ada obat untuk menyembuhkanya. Affandi dan saudara-saudaranya dibaringkan di atas daun pisang yang utuh kemudian ditutup pula dengan daun pisang layaknya selimut agar tidak kedinginan dan tidak dihinggapi lalat. Pengalaman itulah yang menginspirasi Affandi dalam perancangan arsitektur untuk bangunan museumnya.

Isi dari galeri I adalah karya-karya Affandi dari awal ia melukis yang masih memakai aliran naturalisme sampai pada karya akhirnya yang sudah beraliran ekspresionisme. Selain lukisan, dipamerkan pula tiga buah patung reproduksi yaitu potret diri 1, potret diri 2, dan potret diri bersama Kartika, putrinya.

Kemudian ada juga sebuah lemari etalase yang berisikan penghargaan-penghargaan yang pernah Affandi raih serta beberapa foto yang mengabadikan potret kegiatan yang pernah ia ikuti. Di pojok galeri I dipamerkan pula sepeda onthel milik Affandi dan mobil kesayangannya Mitsubishi Gallant 1976 berwarna kuning.

Selanjutnya, galeri II. Pembangunan galeri ini seluruh dananya dibiayai oleh Presiden Soeharto. Alasan Soeharto memberikan bantuan untuk pembangunan museum adalah bentuk rasa bangga kepada Affandi yang telah membawa nama baik Indonesia sampai ke mancanegara.

Sehingga Presiden Soeharto mengapresiasi dengan memberikan sumbangan sebesar 500 juta untuk pembangunan galeri II. Presiden Soeharto datang ke museum Affandi untuk meresmikan galeri II museum ini pada tanggal 19 Juni 1988. Isi dari geleri kedua ini adalah beberapa barang pribadi yang menemani perjalanan Affandi, seperti tas, kuas, dan sepatu miliknya, serta juga memamerkan beberapa sketsa lukisan.

Memasuki galeri III, di sini sudah tidak ada lagi lukisan Affandi yang dipajang. Pengunjung akan disuguhkan dengan hasil karya milik keluarga Affandi, di antaranya lukisan dari Maryati, istri dari Affandi. Tidak hanya karya berupa lukisan di kanvas, Maryati juga membuat lukisan-lukisan dengan teknik sulam. Ada pula lukisan lukisan karya Kartika, putri Affandi, seperti “Potret Diri Penjual Ikan” (2020), “Pohon dan Pura Bali” (2013), dan masih banyak lagi.

Karya Rukmini, putri Affandi yang lain, juga dipamerkan di galeri ini. Galeri III ini didirikan pada 1997, kemudian diresmikan pada tanggal 26 Mei 2000 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Ketika masuk ke galeri III, pengunjung akan merasakan suasana yang berbeda dari dua galeri sebelumnya karena warna-warna yang disuguhkan lebih cerah seperti penggunaan warna pink, kuning, orange, hijau, dan lainya yang akan menimbulkan kesan meriah pada karya lukisan di galeri ketiga ini.

Selain tiga galeri sebelumnya, masih ada satu galeri lagi, galeri IV atau yang biasa disebut Studio Gajah Wong. Isinya adalah karya Didit Slenthem, cucu Affandi dari Kartika. Sayangnya menurut Dedi Sutama, pengelola museum Affandi, pihak museum masih belum memiliki dana untuk merenovasi galeri IV ini.        

Pada akhirnya, impian Affandi untuk mempunyai museum sendiri berhasil terwujud. Satu lagi impianya sebelum ia meninggal  adalah Affandi ingin dimakamkan dikelilingi oleh karya-karyanya. Ia ingin tetap dekat dengan karyanya yang telah membawa nama Affandi menjadi seorang pelukis terkenal. Akhirnya ia dimakamkan di antara bangunan galeri I dan galeri II bersebelahan dengan makam sang istri, Maryati.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *