Museum Affandi: Mengabadikan Warisan Sang Maestro

0 0
Read Time:4 Minute, 38 Second

Kalijaga.co – Sosok maestro seni lukis dengan gaya ekspresionisme, Affandi, memang telah tiada lebih dari 30 tahun silam. Akan tetapi, karyanya kini masih abadi dan awet. Sebagian karyanya tersebut dirawat di Museum Affandi yang berlokasi di Jalan Laksda Adi Sucipto No. 167, Depok, Sleman, DIY.

Affandi Koesoema adalah pelukis legendaris Indonesia. Ia lahir di Cirebon, Jawa Barat pada 18 Mei 1907. Aspirasi melukisnya sudah terlihat sejak ia memilih berhenti mengenyam pendidikan menengah di Jakarta dan mulai menekuni minatnya dalam bidang seni. Ia mengawali jalannya di bidang seni dengan membuat poster film di salah satu bioskop di Bandung.

Sejak itu, ia meniti kariernya sebagai pelukis hingga berhasil mendapat beasiswa belajar di India, tepatnya di The Art School Shantiniketan Tagore University. Sekarang, namanya familier di telinga publik sebagai pelukis ekspresionisme Indonesia yang legasinya tersimpan rapi di Museum Affandi.

Museum ini menjadi rumah utama bagi karya-karya Affandi yang masih tersisa dari total sekitar 2.000 lukisan. Lukisan Affandi yang dipajang di museum ini dapat dinikmati oleh publik secara langsung.


Pembangunan

Museum Affandi dibangung di dalam kompleks rumah Affandi yang sampai sekarang pun terlihat masih terawat. Ada 4 galeri di dalamnya. Bagian yang saat ini memamerkan karya-karya Affandi adalah galeri I dan galeri II. Pada galeri III, banyak berjejer karya anak-cucunya. Ada pula galeri IV yang biasa disebut Studio Gajah Wong yang menjadi tempat workshop sekaligus studio lukis salah seorang cucu Affandi, Didit Slenthem.

Keempat galeri tersebut dibangun dalam waktu terpisah. Dua galeri pertama dibangun saat Affandi masih hidup. Galeri I selesai dibangun pada tahun 1962. Setelah 26 tahun, pada 1988 galeri II baru diresmikan. Galeri kedua ini dapat terwujud atas bantuan dana pemerintah.

Selang beberapa tahun sepeninggal sang Maestro pada 1990, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, meresmikan galeri III pada tahun 2000. Terakhir, galeri IV yang tutup ketika saya berkunjung pada 14 Oktober 2023, baru dibangun dua tahun setelah peresmian Galeri III.

Pada perjalanan berdirinya galeri I, terlekat banyak ikhtiar konservasi karya Affandi. Kondisi gedung ini pada awalnya tidak seperti sekarang. Awalnya, pencahayaan ruangan bersumber dari matahari karena atapnya terbuka sehingga lukisan kontak langsung dengan cahaya matahari.

Namun, ketika seorang kenalan Kartika, putri Affandi, yang dikisahkan oleh karyawan museum sebagai ahli tentang seni sedang berkunjung, ia menyarankan agar Galeri I diberi atap. Sebab, paparan sinar matahari berisiko merusak dan memudarkan cat pada kanvas.

Karya-karya Affandi yang dipamerkan di galeri I ditampilkan melalui media lukis yang beragam. Melalui lukisan-lukisan tersebut tercermin perjalanan karier melukis Affandi. Sayangnya, di antara karya-karya itu terdapat sejumlah lukisan yang rusak.

Terdapat sejumlah lukisan yang beralaskan papan kayu dan juga karung yang disambung pada kanvas. Hal itu menunjukkan kondisi Affandi di awal kariernya yang masih dalam kondisi finansial pas-pasan. Berdasarkan penjelasan Dedi, salah satu pengelola Museum Affandi, sang pelukis memang pada masa aktifnya hanya bisa menciptakan karya, tanpa mengetahui teknik konservasi.

Menurut Dedi, karena dulu Affandi sering berpindah-pindah, ia hanya menumpuk lukisannya satu sama lain. Akirnya, banyak lukisan yang saling menempel dan ketika dipisahkan justru robek.

Potret 'Nude Woman, Back' karya Affandi dengan keunikannya yang merupakan hasil sambungan dua kanvas, Jumat (13/10). Lukisan tersebut terlihat memiliki kerusakan. Namun, lukisan ini tetap dipamerkan di Galeri I untuk menyampaikan jejak perjalanan seni Affandi yang dahulu serba terbatas serta kurang pengetahuan tentang konservasi karya. (Foto: Aulia Zahra Amalia)
Potret ‘Nude Woman, Back’ karya Affandi dengan keunikannya yang merupakan hasil sambungan dua kanvas, Jumat (13/10). Lukisan tersebut terlihat memiliki kerusakan. Namun, lukisan ini tetap dipamerkan di Galeri I untuk menyampaikan jejak perjalanan seni Affandi yang dahulu serba terbatas serta kurang pengetahuan tentang konservasi karya. (Foto: Aulia Zahra Amalia)


Perawatan Karya

Saat saya berkunjung ke museum ini, Galeri I sudah beratap tertutup dan penerangannya mengandalkan lampu sorot kuning yang ada pada setiap lukisan. Ruangannya juga sudah dilengkapi pendingin ruangan (AC) serta alat pengukur suhu. Menurut karyawan museum, suhu ruangan tempat menyimpan karya lukis perlu stabil. Renovasi pada Galeri I ini menjadi bagian dari usaha konservasi warisan seni Affandi.

Berdasarkan penjelasan Dedi, tim Museum Affandi memiliki prosedur tersendiri ketika terjadi kerusakan karya. Masalah yang umum mereka hadapi biasanya seputar kondisi spanram (rangka kayu), pigura, dan cat pada lukisan yang mripil. Pemberian jarak antara kanvas dan spanram yang merupakan bingkai tempat membentangkan kanvas yang umumnya terbuat dari kayu menjadi salah satu langkah konservasi. Namun, jika kerusakan tidak terhindarkan, para karyawan akan melaporkannya kepada kurator museum.

Kurator yang bertanggung jawab atas konservasi, restorasi, hingga verifikasi keaslian karya adalah cucu Affandi sendiri, Sela. Arkeolog bernama lengkap Selarti Venetsia Saraswati ini merupakan anak kedua Kartika Affandi. Setelah laporan diterima Sela, tindakan konservasi ataupun restorasi akan segera dilakukan.

“Nanti lukisan itu diturunkan, tahun berapa (karya diciptakan), kita ganti yang di gudang yang sesuai tahun. Nanti setelah selesai baru (dipasang kembali),” ungkap Dedi.

Tim museum juga menaruh perhatian besar pada langkah pencegahan. Selain memberi jarak antara spanram dan kanvas, bahan kayu spanram juga perlu diproses dengan oven. Jika tidak, spanram berisiko dimakan rayap yang dapat membahayakan kanvas lukisan. Ketika memilih pigura untuk karya-karya Affandi, mereka juga sangat mencermati mutu dari pigura dan tidak hanya melihat dari seberapa mahal nilainya.

Tak kalah penting juga, staples yang mengaitkan kanvas dengan spanram tidak langsung menyentuh kanvas lukisan sang Maestro. Pengelola museum men-double-nya dengan kanvas lain sehingga ketika staples berkarat, kanvas yang ternoda bukan kanvas lukisan Affandi.

“Ini (lukisan) sudah enggak menempel ke tembok. Soalnya kalau nempel ke tembok itu bahayanya nanti jamur. Jadi dikasih jarak beberapa centimeter dari tembok,” tutur Dedi ketika diwawancarai di galeri I. Upaya-upaya di atas mencerminkan penghormatan kepada setiap sentuhan warna yang Affandi goreskan dalam karyanya.

Napas Museum Affandi yang masih terasa hingga kini tidak lepas dari peran keluarga dan karyawan museum yang berdedikasi dalam merawat karya Affandi. Lukisan-lukisan yang digantung di galeri museum tidak hanya menyimpan pesan sang pelukis, tetapi juga kisah cinta dan dedikasi banyak pihak dalam melestarikannya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
100 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *