PKL MALIOBORO: SUBJEK KEBIJAKAN TATA KOTA YANG TIDAK PERNAH DILIBATKAN

1 0
Read Time:2 Minute, 29 Second

Kalijaga.co – ‘Mulai Tanggal 15 Januari 2025, Teras Malioboro 2 Pindah di Teras Malioboro Timur (Ketandan) dan Teras Malioboro Barat (Beskalan)’

Begitulah yang tertulis di spanduk yang terpasang di pagar seng Teras Malioboro 2 saat dikunjungi Jumat (14/02/2025). Kondisi Teras Malioboro 2 atau kerap disingkat dengan TM 2 itu sudah rata dengan tanah. Salah satu lokasi pindahnya tidak jauh dan masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari lokasi yang lama.

Tampilan Teras Malioboro Beskalan ini lebih mewah dan artistik daripada yang sebelumnya. Beberapa spot dapat dijadikan tempat berfoto bagi pengunjung. Hanya saja, kemewahan lokasi baru tidak menjamin pemasukan omset bagi PKL ini juga bertambah. Tampak jelas sekali sentra oleh-oleh Teras Malioboro Beskalan ini sepi dari pengunjung.

Yono, salah satu pedagang yang sudah sebulan pindah dari TM 2 mengatakan para pedagang melayani setiap pembeli, namun kenyataannya tidak ada orang yang datang.

“Sebenernya kalau kita itu gak butuh bangunan besar, mewah, yang penting aksesnya masuk itu ada. Customer nya dateng yang banyak, itu aja kok. Otomatis peluang untuk jualan itu kan tinggi kan,” ujar Yono.

Yono juga menuturkan bahwasannya para pedagang merasa harus legowo sambil terus mengharapkan promosi dari pihak kedinasan sebagai salah satu tindak lanjut relokasi PKL Malioboro ini.

“Yang penting bersinergi, mbak. Jadi gak cuman dipindah tapi juga ikut ada kelanjutannya juga. Tidak diucul kayak gitu aja kan susah, ”jelas Yono.

Ach. Nurul Luthfi, salah satu LBH Yogyakarta mengatakan bahwa PKL Malioboro ini justru menjadi salah satu sumbangsih yang cukup besar dalam menurunkan angka kemiskinan di Yogyakarta sebab menghidupkan banyak sektor lainnya. Hanya saja pemerintah tidak melihat hal tersebut dan orientasi pembangunan Yogyakarta saat ini lebih kepada pembangunan pariwisata.

“Ya akhirnya itu gak dilihat sebagai peningkatan ekonomi daerah di Yogyakarta. Aku pikir ini sangat penting dan pemerintah harus bersikap adil terhadap PKL tadi.” ujar Luthfi.

Permasalahan relokasi PKL ini berkaitan juga dengan pembuatan dan penetapan kebijakan oleh pemerintah daerah. Masyarakat yang seharusnya terlibat menjadi subjek kebijakan dalam diskursus ini justu hanya hanya menjadi objek belaka.

Problem utamanya kan sebenarnya ketika mereka menyusun kebijakan, membuat kebijakan, menetapkan kebijakan dan melancarkan kebijakan, masyarakat ini tidak pernah dilibatkan, gitu. Makanya, mereka kalau tujuan utamanya apa? Relokasi menyejahterakan. Makanya disampaikan tadi, mau direlokasi di manapun kami legowo. Tapi pertanyaannya, kami dilibatkan disitu.” lanjut Luthfi.

Menurutnya juga, ketika PKL diikutsertakan aspirasi dan peranannya sendiri tentunya kebijakan pemerintah tersebut dapat berakhir lebih baik, karena para pedagang itulah lebih paham kondisi di lapangan.

“Padahal mereka mau dimana direlokasi, ya mereka oke. Tapi lanjut lagi, kalau lokasinya tidak manusiawi (strategis), apa yang mereka buat?”

Demonstrasi yang telah dilaksanakan serta berbagai macam tuntutannya, seperti salah seruan “Kembali ke Selasar” merupakan bentuk protes PKL terhadap ketidakpercayaan kepada pemerintah.

“Makanya, pemerintah ini memang—bukan patutnya lagi, tapi memang kewajibannya adalah tadi, melibatkan atau memposisikan masyarakat ini bukan sebagai objek kebijakannya, tapi subjek kebijakan juga. Seperti yang tadi disampaikan adalah penyusunan, pembuatan, penetapan juga pelaksanaan.” pungkas Nurul Luthfi sebagai penutup wawancara siang hari itu.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *