Selektif dalam Tenaga Pengajar, Alasan Komunitas Sekolah Marjinal Yogyakarta Lakukan Tes Wawancara

Komunitas Sekolah Marjinal usai melakukan rangkaian open recruitment anggotanya melalui tes wawancara di Mato Kopi pada tanggal 13- 14 September 2024.

Tes wawancara yang dilakukan oleh komunitas ini tentu dilakukan bukan tanpa alasan. Sebagai salah satu komunitas pendidikan yang cukup terkemuka di Jogja, Komunitas Sekolah Marjinal cukup selektif dalam memilih anggotanya. Komunitas Sekolah Marjinal sendiri merupakan salah satu komunitas pendidikan yang memiliki tekad untuk meratakan hak pendidikan anak yang termarjinalkan di Yogyakarta.

Pembelajaran yang dilakukan Komunitas Sekolah Marjinal adalah kegiatan belajar mengajar non formal yang mengasyikkan, karena diisi dengan bumbu-bumbu game atau ice breaking di dalamnya. Itu sebabnya, komunitas ini juga perlu mengadakan seleksi wawancara untuk melihat karakteristik dan ke tanggapan calon anggota  barunya. 

“Urgensi dari tes wawancara kali ini itu biar kita langsung bisa lihat dan berinteraksi dengan calon anggota. Kita bisa lihat bagaimana dia berinteraksi, dia tergolong cepat tanggap atau tidak. Soalnya buat mengajar di Sekolah Marjinal tentu harus orang yg cepat tanggap. Makanya melalui tes wawancara ini pun, kami ada yang memberikan challenge buat dia bikin ice breaking seketika di depan kita.” Jelas Dila, salah satu pewawancara open recruitment Komunitas Sekolah Marjinal saat di wawancara pada (14/09/2024)

Pendaftar Komunitas Sekolah Marjinal pada tahun ini mencapai kurang lebih 120 orang yang kebanyakan adalah mahasiswa di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan, sumber daya manusia yang dibutuhkan pada batch kali ini hanya sekitar 70 orang yang nantinya akan dimasukkan ke dalam divisi yang mereka pilih di antaranya :  media, inventaris, pusjal, kurikulum,  humas dan partnership, SPV, bendahara dan relawan mengajar. 

“Banyak diantara pendaftar itu daftarnya jadi relawan mengajar. Alasannya adalah mereka mau terjun langsung menyapa anak anak Sekolah Marjinal. Berkiprah di dunia pendidikan menjadi seorang pengajar. Jadi tes wawancara ini tentu akan menjembatani bagaimana kita bisa membayangkan calon anggota yang daftar ketika dia berbicara di depan anak anak nanti.” Tambah Riana, Mahasiswa UGM yang menjadi pewawancara Open recruitment Komunitas Sekolah Marjinal. 

Urgensi tes wawancara ini adalah bentuk kepedulian Komunitas Sekolah Marjinal dalam memperhatikan kualitas pendidik bagi anak-anak di dalamnya. Selain itu, banyaknya angka pendaftar komunitas ini cukup membuktikan bahwa masih banyak anak muda yang peduli dengan nasib pendidikan orang-orang yang termarjinalkan di negeri ini, khususnya Yogyakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *