Narasi yang Terburu-buru: Jurnalis di Era Swipe dan Scroll

1 0
Read Time:2 Minute, 45 Second

Kalijaga.co – Dalam 20 tahun terakhir, dunia jurnalistik telah mengalami banyak perubahan. Berita di masa lalu diterbitkan dalam bentuk cetak dan diproses melalui proses yang panjang mulai dari peliputan, pemeriksaan fakta, dan penyuntingan yang ketat. Di era komputer dan internet saat ini, proses dipadatkan menjadi hitungan menit untuk memenuhi persyaratan kecepatan. Pola konsumsi masyarakat yang berubah seperti menggulir layar ponsel sepanjang hari daripada membaca surat kabar setiap pagi, menyebabkan perubahan ini.

Akses terhadap informasi semakin mudah dan cepat, namun bersamaan dengan itu, muncul tantangan baru yaitu kualitas narasi yang semakin terburu-buru dan dangkal. Jurnalis kini tidak hanya bersaing dalam akurasi, tetapi juga dalam kecepatan dan perhatian pembaca yang sangat terbatas. Transformasi ini menimbulkan pertanyaan besar ”apakah kualitas berita tetap terjaga?” Ataukah kita justru berada di tengah krisis kedalaman informasi?

Di sinilah jurnalisme kehilangan fungsinya sebagai pilar demokrasi yang memberikan informasi kritis dan berimbang, melainkan sekadar mengkonfirmasi keyakinan pembaca. Sistem ini memaksa jurnalis untuk mengikuti irama algoritma daripada prinsip jurnalisme. Keberadaan algoritma media sosial dan mesin pencari adalah salah satu elemen penting yang memengaruhi cara berita disajikan saat ini.

Algoritma menampilkan konten serupa secara berulang berdasarkan perilaku pengguna, seperti apa yang mereka baca, sukai, bagikan, atau komentari. Di satu sisi, algoritma ini membantu pengguna menemukan berita yang mereka sukai. Di sisi lain, itu menjerumuskan publik ke dalam ruang gema yang disebut juga sebagai echo chamber, di mana pandangan yang sudah ada dipertahankan tanpa tantangan atau perspektif baru. Akibatnya, preferensi pribadi memutuskan apa yang ditampilkan di beranda pengguna daripada informasi yang paling relevan bagi masyarakat umum.

Selain itu, dalam upaya untuk menarik perhatian pengguna, banyak media tergoda menggunakan teknik clickbait yaitu judul yang menarik, emosional, atau menyesatkan untuk menarik klik. Menurut logika algoritma, klik berfungsi sebagai sumber uang. Jumlah klik yang diterima sehubungan dengan peringkat konten. Ironisnya, isi berita sering kali tidak sesuai dengan judulnya: informasi sederhana dibungkus dalam cerita pompa dan viral.

Hal ini memungkinkan penyebaran hoaks atau berita palsu yang luas. Dalam dunia digital, siapa pun dapat menjadi “penerbit” tanpa ada mekanisme kontrol dan verifikasi yang ada dalam jurnalisme profesional. Sebelum dikoreksi, konten yang belum terverifikasi dapat tersebar jutaan kali. Ini merusak kepercayaan media. Publik kesulitan membedakan antara berita yang manipulatif dan yang benar. Dalam keadaan seperti ini, jurnalis bukan hanya harus menghadapi waktu, tetapi juga harus melawan penyebaran informasi yang salah.

Berita yang dibentuk oleh kecepatan, algoritma, dan tekanan viralitas menjadi lebih dangkal. Banyak berita hanya menampilkan berita saat ini tanpa mengeksplorasi masalah, konteks sosial, atau konsekuensi jangka panjangnya. Ini sangat berbahaya bagi masyarakat yang kompleks seperti Indonesia, yang sangat membutuhkan edukasi, kesadaran kritis, dan persatuan. Jurnalis yang terlalu tergesa-gesa akhirnya kehilangan keahlian bercerita yang mendalam. Publik juga tidak memiliki kesempatan untuk memahami. Di zaman swipe and scroll, perhatian manusia menjadi komoditas yang diperebutkan, dan berita hanyalah alat untuk menarik perhatian itu.

Meskipun demikian, ini tidak berarti tidak ada harapan. Publik semakin menyadari pentingnya literasi media dan jurnalisme yang bertanggung jawab di tengah arus informasi yang cepat. Jurnalisme yang lebih lambat, investigatif, dan berbasis data, yang memprioritaskan kedalaman dan akurasi, telah dibuat oleh beberapa media. Sekarang masalahnya adalah bagaimana jurnalis dan institusi media bisa menyeimbangkan kebutuhan algoritma dengan etika jurnalistik. Jurnalis melakukan banyak hal dalam dunia yang semakin cepat. Mereka tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga mengajak publik untuk berpikir, merenung, dan memahami.

Happy
Happy
50 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
50 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *