Kalijaga.co- Sebanyak 5 orang santri Pondok Pesantren Wahid Hasyim, Sleman, Yogyakarta berhasil mendapatkan medali perak dari lomba WICE (World Invention Competition and Exhibition) yang dilaksanakan di Malaysia secara offline pada 21 – 25 September lalu. WICE diselenggarakan oleh IYSA (International Youth Scientiest Association) yang menggandeng MAHSA (Malaysian Allied Health Sciences Academy).
Tim santri yang beranggotakan Ahcrin Ningtya, Wan Nuriya, Nisa Choirul, Sayyidati Aisyah, dan Khusnatul Fitri berhasil menjadi salah satu tim terbaik dengan proyek ‘2 in laff’, yaitu inovasi tentang listrik dan elektronik yang berbentuk power bank dengan basis solar panel yang menjadi sumber tenaga kemudian disimpan di baterai sehingga dapat untuk menyalakan kipas angin dan lampu.
Proses untuk menggapai medali perak tersebut tidaklah singkat. Tim tersebut melakukan banyak percobaan dan waktu selama 2 bulan untuk menyusun dan menyempurnakan karya mereka. Rintangan yang dialami lebih banyak terjadi saat di proses prototype.
Syarof Fawwaz, selaku guru pembimbing lomba mengatakan bahwa sempat terjadi konslet dan ledakan saat membuat proyek tersebut
“Karena pertama kali saya membimbing lomba ke luar negeri jadi rasanya kaget tapi senang karena nambah pengalaman juga. Sebenarnya trial error nya banyak di prototype. Karena alatnya pas itu sudah jadi, tapi karena anak-anak nambahin sesuatu hal baru akhirnya konslet, dan baru jadi itu 3 hari sebelum lomba,”ujar Fawwaz.
Selain itu hal yang mereka lakukan adalah harus mengajukan proposal dan mengurus paspor untuk ke Malaysia. Menurut Firly, pendamping lomba, sangat butuh perjuangan untuk mengambil paspor tersebut.
“Iya paspor nya yang lama, harus bolak-balik ke dinas buat mastiin udah boleh diambil atau belum,” jelas Firly
Tim lomba juga belajar public speaking untuk menjelaskan abstrak yang telah dibuat dengan memakai bahasa inggris. Abstrak tersebut berisi sistem kerja proyek yang dibuat dan target pasar. Salah satu hal yang menarik adalah tim lomba membuat proyek ‘2 in laff’ memakai barang bekas dengan alasan menerapkan konsep daur ulang yang sudah berlaku di pondok.
“Alhamdulillah setelah latihan jelasin pake bahasa inggris jadinya lomba lanca, walaupun jurinya agak bingung karena keterbatasan bahasa kita, tapi anak-anak dapat menjelaskan secara rinci tujuan pembuatan alat itu,” kata Fawwaz.
Hal yang paling utama santri-santri tersebut tidak meninggalkan satupun kegiatan pondok di tengah sibuknya lomba. Seperti sholat jamaah, tahajud, kegiatan tahfidz, dan kitab.
“Jadi mereka itu ngga pernah alasan tidak berkegiatan pondok selama persiapan lomba, itu yang buat saya takjub pada mereka, semangatnya kelihatan banget,” lanjut Fawwaz.
Fawwaz berharap santri-santri tersebut dapat meningkatkan kemampuan mereka di bidang yang diminati, dan apapun proyek yang dibuat oleh mereka menjadi bermanfaat bagi masyarakat luas.
“Bangga pastinya, kedepannya semoga anak-anak bisa mengembangkan skill mereka baik di bidang akademik maupun non akademik biar berkembang lebih jauh, dan bisa bermanfaat bagi orang banyak,” pungkasnya.
Reporter : Tsabita Sirly Kamaliya | Editor : Najwa Azzahra