Kalijaga.co– Pondok Pesantren Salafiyah Al-Muhsin baru-baru ini mengadakan kegiatan imtihan sebagai bagian dari evaluasi tahunan untuk meningkatkan mutu pendidikan santri. Kegiatan ini berlangsung pada 6-10 September 2024.
Kegiatan imtihan sendiri adalah bentuk ujian atau evaluasi yang dilaksanakan di pondok pesantren untuk menilai kemajuan dan pencapaian belajar santri. Formalnya, kegiatan ini dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu diawal tahun dan akhir tahun pembelajaran. Namun, Pondok Pesantren Salafiyah Al-Muhsin ini menerapkan ITS (Imtihan Tengah Semester) untuk terus memantau capaian belajar santri Pondok Pesantren Salafiyah Al-Muhsin. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk mengevaluasi kedua pihak, dari pihak asatidz (para guru) dan dari pihak santri itu sendiri.
Evaluasi adanya imtihan setiap semester dari pihak asatidz sendiri adalah untuk memastikan apakah mata pelajaran yang disampaikan setiap pertemuan itu dapat tersampaikan dengan baik kepada muridnya ataukah tidak. Hal itu dapat dinilai melalui hasil mutlak atau nilai dari imtihan itu sendiri. Imtihan ini juga mengevaluasi para asatidz untuk memastikan apakah pelajaran yang disampaikan sudah mencapai target yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan dari pihak santri, imtihan ini bertujuan untuk mengevaluasi capaian belajar santri.
“Kalau untuk muridnya sendiri mengevaluasi capaian belajarnya, kaya sejauh ini tuh mereka yang dibahas tuh paham enggak dengan adanya imtihan ini. Berarti kalau imtihan bisa berarti kemungkinan pas dikelas paham, kalau imtihan gabisa ya mbuh.” Jelas Luthfi Alifia, salah satu guru di Pondok Pesantren Salafiyah Al-Muhsin pada Sabtu, 08/09.
Proses sebelum dilaksanakan imtihan ini adalah pembentukan panitia. Pembentukan ini dilakukan agar memudahkan berjalannya kegiatan dengan baik selama 5 hari kedepan. Panitia ditugaskan untuk mengkoordinasi kegiatan dan mengedit soal-soal ujian. Untuk daftar petugas pengawas imtihan, pembuatan daftar hadir, pembuatan soal, pembuatan denah tempat duduk imtihan, dan pembuatan kartu imtihan semua dibebankan kepada para guru.
Bidang-bidang yang diujikan adalah semua mata pelajaran yang dikaji, seperti Nahwu, Shorof, Hadist, Tauhid, Qiroatul Kutub, dan masih banyak lagi. Bentuk imtihannya pun bervariasi, ada yang tulisan, ada juga yang menggunakan metode lisan. Tergantung pada guru yang mengajar masing-masing . Faza Aulia Kamal, salah satu santri Pondok Pesantren Salafiyah Al-Muhsin menjelaskan bahwa ada beberapa inovasi baru terkait dengan mata pelajaran yang diujikan. Ia menyadari bahwa soal ujian saat ini cukup menantang dan cukup menguras pikiran dibandingkan sebelumnya.
Kriteria utama penilaian keberhasilan santri dalam imtihan ini secara formalitas melalui hasil murni imtihan. Namun, guru juga memberikan penilaian dari latihan soal yang kerap kali ditambahkan ditengah-tengah pembelajaran. Hal ini dibeberkan oleh Rizka Muharram, salah satu pengawas imtihan.
“Namun jika kita tidak melihat dari sisi formalitasnya, hal yang paling penting adalah bagaimana santri itu berproses untuk belajar. Tidak hanya ketika imtihan, tetapi bagaimana ketika ia diluar kelas atau selesai mengikuti pembelajaran yang mana bisa dikatakan santri itu muthola’ah kitab atau muthola’ah materi yang sudah diajarkan oleh seorang pengampu”.
Imtihan ini tentunya akan sangat berdampak bagi kualitas pendidikan santri, terutama bagi santri yang mengalami penurunan nilai ataupun santri yang mengalami stagna nilai. Hal ini dapat menjadi motivasi atau dorongan bagi santri untuk kembali belajar dan menata manajemen waktu, sehingga kualitas belajar santri jadi lebih baik dan efisien.
Dengan adanya kegiatan imtihan, harapannya kepada santri adalah agar para santri dapat memacu semangat dan tumbuh menjadi santri yang berprestasi.
Reporter : Kofifah Tiara Pramuditha | Editor : Najwa Azzahra