Kalijaga.co – “Setelah tahu, awalnya aku nggak mau ngebahas itu. Bikin aku jadi sensitif. Soalnya belum bisa menerima,” ujar Rida (bukan nama asli).
Rida (21 th) seorang gadis keturuanan jawa menghabiskan masa kecilnya bersama ayah,ibu, dan adik perempuannya di Pulau Sumatra. Harapan bisa terus bersama dengan keluarga , lenyap seketika. Ayahnya di Pengakhiran Hubungan Kerja (PHK) oleh PT Tambak Udang karena bangkrut alias gulungtikar. Hal ini membuat keluarga Rida kembali ke tanah kelahiran ayahnya , Jawa Tengah
Saat keluarganya memutuskan untuk pindah. Rida masih duduk dikelas 2 sekolah menengah pertama di pondok pesantren. ia memilih untuk bertahan dan menyelesaikan proses pendidikan di Sumatra. Berpisah antar pulau dengan keluarga tidak menjadi penghalang Rida untuk melanjutkan belajar ilmu umum dan agama.
Ketika libur sekolah tiba Rida pulang ke rumah nenek, ia sekalipun tak pernah mengunjungi keluarganya di Jawa karena jarak yang cukup jauh. Jadi ia menghabiskan waktu liburan bersama saudara. Sesekali meminjam handphone adik ipar untuk melepas rindu dengan orang tua.
Suatu hari ada acara pernikahan saudaranya, rida yang menjadi keluarga tuan rumah. Turut melayani para tamu undangan. Ia dimintai tolong untuk menyuguhkan air minum kepada salah satu tamu.Namun, seketika ada omongan yang membuatnya tidak enak hati tentang ayahnya.
“Aku dengar, saudaraku ada yang bilang kayak, itu bapaknya. Nah, disitu aku mikir. Bapakku? Lah bapakku lho di Jawa,” ujar Rida.
Merasa tidak nyaman adanya omongan yang sembunyi-sembunyi, Rida akhirnya mengurungkan niat untuk menyuguhkan air minum. Kemudian pergi dan membiarkan , entah siapa yang akhirnya menyuguhkan air minum tersebut. Ia tidak peduli.
Keesokan harinya, tepat setelah pasca acara pernikahan saudaranya. Ada seorang laki-laki yang mendatangi rumah neneknya. Ia tidak asing dengan tamu laki-laki ini, pasalnya orang ini sama dengan tamu kemarin yang tidak jadi ia suguhi minuman. Seperti sudah saling kenal, laki – laki itu menyapa dan menanyakan kabar dan bincang santai. Rida yang sama sekali tidak kenal mengikuti alur saja tidak menaruh curiga apapun. Sebelum tamu itu berpamitan, tiba-tiba memberikan uang kepada Rida. Jelas Rida menerima dan senang.
Selepas tamu itu pulang, rida mencoba menanyakan siapa tamu yang datang tadi , dua kali rida melihatnya. Neneknya menjawab itu pakde (sebutan untuk kakak laki-laki dari ayah atau ibu).
“Itu pakde mu dari Riau” ujar Suti (bukan nama asli), neneknya.
Tahun 2019, Covid menyerang yayasan pendidikan tempatnya ilmu menonaktifkan seluruh kegiatan tatap muka. Kegiatan belajar mengajar dialihkan melalui jaringan. Maka hari-hari Rida ia habiskan di rumah neneknya.
Rida yang belum memiliki handphone menghubungi orang tuanya untuk kabar sekolahnya. Maka mau tidak mau orang tuanya membelikan sebagai penunjang proses pendidikan. Setelah dibelikan, Rida tidak perlu meminjam adik iparnya untuk menelfon orang tuanya, bisa kapan saja dan dimana saja menghubunginya.
Tidak ada angin dan hujan, tiba – tiba ada pesan mengejutkan dari nomor tak kenal yang mengaku sebagai ayah.
“Setelah punya HP itu, ada nomor tidak dikenal yang SMS. Terus ngaku kalau beliau itu bapakku. Tiba-tiba banget, aku syok dong jadi nggka aku balas,”ungkap Rida.
Bahkan sesekali ia menelfon tapi rida tidak pernah menerima telfon tersebut. Rida merasa takut, jika keyataan ini benar benar terjadi. Apakah ia sanggup menerima nasibnya. Tapi ia masih tidak percaya.
Pakde yang datang dari Riau kala itu ternyata orang yang selama ini mengirim pesan dan mengaku sebagai ayah kandungnya. Laki- laki itu memaparkan belum pernah melihat wajah anak perempuannya, maka ia memberanikan diri untuk datang ke rumah ddan memberikan uang. Dan itu kali pertama Rida mendapatkan uang darinya.
Laki-laki itu juga memaparkan kenapa ia bisa mendapatkan nomor Rida. Ia mendapatkan nomor Rida dari salah satu saudaranya tanpa meminta persetujuan Rida terlebih dahulu.
Dari pemaparan ini, Rida belum berani untuk bercerita atau bertanya tentang kebenaran kabar ini . kepada siapapun. Sejak ada kejadian itu, membuat rida murung. Tak ada candaan sebagaimana Rida yang periang. Saudara disekitarnya mulai merasa keanehan dari sosok Rida.
Sudah tidak tahan keadaanya, Rida mulai memberanikan diri untuk bercerita kepada saudaranya. Mereka kaget dan hal ini tidak sesuai dengan rencana diawal.
Awalnya orang tua dan para saudaranya sepakat akan memberitahu Rida tentang ayah kandungnya setelah lulus sekolah. Namun, Rida justru telah mengetahuinya saat duduk dibangku kelas 2 sekolah menengah atas.
Tidak pernah terbesit dalam pikiran akan sejauh ini kenyataan hidupnya. Perasaan campur aduk sedih, marah. Laki-laki yang selama ini ia panggil ayah ternyata bukan ayah kandungnya.
“Mau nggak mau, aku harus menerima kenyataan. Berat tapi mau gimana lagi? kenapa harus aku yang ngalami kayak gini. Nggak pernah disangka-sangka,”ujarnya.
Satu-satu jalan untuk terus melanjutkan hidup adalah menerima. Awalnya malu jika ada teman yang mengetahui dirinya ternyata dari keluarga broken home. Dan ia terlambat mengetahui fakta perceraian orang tuanya.
“Aku nganggepnya kayak aib. Tapi itu dulu, sekarang mah nggak,”ungkapnya.
Terkadang dirinya masih membandingkan nasibnya dengan orang lain. Tapi , seketika teringat bahwa hidup itu sawang-sinawang. Melihat orang lain hidup dengan nyaman dan damai belum tentu sama yang dirasakan. Begitupun sebaliknya yang terlihat hidupnya banyak masalah dan sedih belum tentu benar-benar merasa sedih. Maka, orang lain tak tahu segala rasa dalam kehidupan Rida, sebab mereka bukan pemeran utama di kehidupan Rida, melainkan Rida sendiri.
Reporter : Ruhanna | Editor : Nanik Rahmawati