Kalijaga.co – Gadis berusia 21 tahun ini biasa dipanggil Luluk. Nama lengkapnya adalah Luluk Qonita SN. Ia adalah putri kedua dari pasangan Sapari dan Rif’atunikmah, lahir pada tanggal 13 Juli 2003 di Kotabumi, Lampung Utara. Saat ini, Luluk aktif terdaftar sebagai mahasiswi semester enam di Program Studi Hukum Keluarga Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Luluk juga aktif dalam beberapa kegiatan di luar kampus, seperti menjadi anggota Corp Dai Jogja dan Dai Pemberdaya Dompet Dhuafa. Kedua kegiatan ini mengharuskannya untuk berbaur dengan masyarakat. Sebagai anggota Corp Dai Jogja, Luluk membantu mengajar baca tulis Al-Quran. Sementara sebagai Dai Pemberdaya Dompet Dhuafa, Luluk ikut memberdayakan masyarakat, membantu menyelesaikan masalah sosial di daerah setempat, dan menjadi mentor dalam membaca Al-Quran. Karena itu, Luluk harus siap ditempatkan di mana saja sesuai perintah dari kedua komunitas tersebut.
Luluk terdaftar sebagai anggota Corp Dai Jogja dan Dai Pemberdaya Dompet Dhuafa tidak lepas dari pencapaiannya dalam menghafal tiga puluh juz Al-Quran. Ia menyelesaikan hafalannya di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta selama sekitar tiga tahun. Luluk mengaku sempat berhenti menghafal Al-Quran saat masih belajar di Madrasah Tsanawiyah Sunan Pandanaran. Namun, kemauannya untuk menjadi seorang hafidzah (penghafal Al-Quran) kembali muncul saat awal masuk jenjang Madrasah Aliyah. Dorongan dari orang tuanya menjadi faktor penting dalam pembentukan kemauan tersebut, meskipun Luluk juga mengakui bahwa kemauannya untuk menghafal Al-Quran sudah ada sejak awal, bukan hanya karena permintaan orang tuanya.
Kisah Luluk dimulai pada tahun 2015, ketika ia memutuskan untuk mendaftar menjadi santri di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran dengan tujuan menjadi penghafal Al-Quran. Dia mendaftar pada hari ketiga pendaftaran, di mana jumlah pendaftar sangatlah banyak sehingga membuatnya merasa pesimis. Namun, sang ibu selalu memberi semangat dan meyakinkannya bahwa Luluk bisa lolos seleksi. Akhirnya, dengan tekad yang kuat, Luluk berhasil menghadapi ujian masuk dan terdaftar sebagai santri di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran.
Seperti santri pada umumnya, di sana Luluk harus menyelesaikan hafalan tiga puluh juz Al-Quran. Dia menggunakan waktu senggang setelah shalat berjamaah untuk menghafal. Kerja kerasnya membuahkan hasil saat ia mendapat penghargaan sebagai “Santri yang Paling Lancar dalam Tes Hafalan.” Perjuangan berikutnya adalah menghafal Surat Al-Kahfi dan Surat Yasin pada tahun kedua di pesantren. Di fase ini, Luluk mulai mengalami kesulitan. Ia hanya mampu menghafal empat ayat dalam dua minggu. Namun, ibunya selalu memberikan semangat dan keyakinan padanya. Akhirnya, dengan konsistensi dan kesabaran, Luluk berhasil menyelesaikan kedua surat tersebut tepat waktu.
Langkah selanjutnya adalah menghafal juz satu. Namun, cobaan kembali muncul. Tiba-tiba, Luluk dijauhi oleh teman-temannya. Bahkan, ia sering tidur di musholla sampai jam dua dini hari sebelum pergi ke kamar. Luluk juga harus bangun lebih awal daripada teman sekamarnya. Namun, dengan perlahan, pada tahun kedua di pesantren, Luluk sudah berhasil menabung seperempat juz satu.
Ketika teman-temannya di kelas tiga Madrasah Tsanawiyah hanya fokus pada ujian nasional, Luluk tetap ingat akan kewajibannya untuk terus menghafal Al-Quran. Pada kelas tiga, dia berhasil menyelesaikan dua setengah juz. Target awalnya saat masuk pesantren adalah harus menghafal lima belas juz. Namun, hasil yang telah diraih jauh dari ekspektasi tersebut.
Luluk sempat meminta kepada orang tuanya untuk memindahkannya ke pesantren tahfidz lain dengan harapan bisa memenuhi target hafalan. Namun, kedua orangtuanya tidak langsung menolak atau mengiyakan permintaan tersebut. Mereka meminta Luluk untuk melakukan shalat istikharah.
Hingga pada suatu hari, salah satu teman Luluk bercerita bahwa ia bermimpi Luluk akan mendaftarkan dirinya ke Madrasah Aliyah Sunan Pandanaran. Terinspirasi oleh mimpi tersebut, Luluk memutuskan untuk mendaftar tanpa didampingi oleh orang tua dan tanpa membawa berkas-berkas seperti akta dan kartu keluarga yang seharusnya dibawa saat mendaftar. Luluk yakin bahwa ini adalah jalan yang telah Allah tentukan baginya. Pada akhirnya, Luluk dinyatakan lulus dan diterima sebagai peserta didik di Madrasah Aliyah Sunan Pandanaran.
Perjalanan selanjutnya adalah pemilihan jurusan studi. Luluk sendiri ingin menjadi siswa jurusan keagamaan, berbeda dengan keinginan orangtuanya yang mengharapkan Luluk menjadi siswa MIPA tahfidz. Meskipun demikian, Luluk tetap berusaha dan mendaftar. Dengan rasa pesimis, karena dari 180 santri yang mendaftar, hanya 34 santri yang akan lolos. Namun, tak disangka, Luluk menjadi salah satu dari mereka yang lolos. Ini membuatnya menyimpulkan bahwa “Ridhollahi fi Ridhol Walidaini”, artinya ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tua.
Luluk mulai menikmati hari-harinya dalam proses menghafal Al-Quran. Pada suatu waktu, ia bahkan berhasil menghafal lima halaman dalam satu hari. Namun, Luluk kembali dihadapkan pada sebuah pilihan yang menantang. Hampir semua santri memberikan kepercayaan kepada Luluk untuk menjadi Ketua OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) di Pesantren. Awalnya, Luluk ragu karena takut bahwa tanggung jawab ini akan mengganggu proses hafalannya. Namun, setelah memantapkan hatinya, Luluk memutuskan untuk mengambil kesempatan tersebut.
Dia tidak menyangka bahwa acara pelantikannya sebagai Ketua OSIS akan begitu meriah. Meskipun banyak yang mengira bahwa Luluk tidak akan bisa membagi waktu antara tugas OSIS dan hafalannya, takdir berkata lain, Luluk berhasil menyelesaikan hafalannya pada tahun 2019.
Pada suatu ketika setelah Luluk memimpin doa khotmil Quran di kelas, ia mencoba mendaftarkan dirinya untuk mengikuti khataman bil ghoib (hafal 30 juz). Namun, prosesnya tidak mudah. Ia harus disimak oleh Ibu Sukainah, putri pertama pendiri pesantren.
Ibu Sukainah menyarankan Luluk untuk menunggu hingga tahun depan. Ia diminta untuk mempersiapkan diri dengan lebih matang karena ujian tersebut lumayan sulit. Ujian tersebut mensyaratkan untuk menghafal lima juz dalam satu kesempatan dan diuji acak sesuai kehendak Ibu Sukainah. Luluk menerima saran tersebut dan bersiap untuk menghadapi ujian tersebut dengan tekad yang kuat.
Luluk menetapkan target untuk menghafal dua sampai lima halaman setiap kali murojaah (proses mengulang hafalan Al-Quran) selama satu tahun. Selanjutnya, ia harus menyetorkan hasil murojaah-nya kepada Ibu Sukainah dua kali sehari, yaitu setelah shalat subuh dan setelah kegiatan belajar di madrasah selesai. Setiap kali setoran, Luluk harus mengulang setengah juz Al-Quran. Sehingga, dalam satu hari, ia harus murojaah satu juz karena setoran dilakukan dua kali. Selain itu, setiap minggu, ia harus murojaah lima juz dalam satu kali setoran.
Kerja keras Luluk terbayar saat ia dinobatkan sebagai “Khotimat Al-Quran Bil Ghoib Termuda” pada tahun 2021.
Setelah lulus dari Madrasah Aliyah, Luluk memegang peran sebagai pengurus di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran selama sekitar dua tahun. Tugasnya adalah mendampingi santriwati selama belajar di sana. Sebagai pengurus, Luluk bertanggung jawab dalam memfasilitasi komunikasi antara wali santri dan santri, mengatur keuangan santri, serta menjadi tempat bagi santri untuk meluapkan keluh kesah selama menimba ilmu. Namun, ia memutuskan untuk berhenti dari posisi tersebut pada bulan September 2023.
Selama menjadi pengurus, pengalaman paling berkesan bagi Luluk adalah saat mengikuti Riyadhah di Bayat, Klaten. Riyadhah adalah kegiatan harian membaca Al-Quran, dengan target mengkhatamkan tiga puluh juz setiap harinya. Keinginan untuk melakukan Riyadhah muncul saat Luluk merasa lelah. Beberapa hari kemudian, Luluk bertemu dengan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, K.H. Mu’tashimbillah, untuk membahas keinginannya. Pengasuh menawarkan beberapa opsi Riyadhah, dan Luluk memilih untuk mengikuti di Bayat selama liburan semester yang berlangsung sekitar empat puluh hari. Luluk berencana untuk melakukan Riyadhah secara rutin setiap liburan semester. Pencapaian terbesar Luluk dalam Riyadhah adalah menyelesaikan enam puluh juz Al-Quran (dua kali khatam).
Meskipun tidak lagi menjabat sebagai pengurus, Luluk masih sering mengunjungi Pondok Pesantren Sunan Pandanaran. Biasanya, ia berdiskusi tentang sistem pendidikan dengan putra pengasuh pesantren. Luluk juga terdaftar sebagai guru untuk melatih Musabaqoh Hifdzil Quran (MHQ) di Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah saat ada kompetisi. “Aku juga pernah mengajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) di Aliyah, meskipun hanya untuk sementara,” tambah Luluk. Karena itu, meskipun secara administratif sudah tidak terdaftar lagi sebagai pengurus, Luluk masih memiliki akses bebas untuk masuk dan keluar pesantren.
Ilmu yang Luluk peroleh selama belajar di pesantren telah berhasil diterapkan di lingkungan rumahnya. Setiap Senin, Selasa, Rabu, Jumat sore, ia mengajar anak-anak hingga remaja untuk menghafal Al-Quran. Pendaftarannya mirip dengan lembaga bimbingan belajar namun tanpa biaya. Pondok Al-Quran ini dikenal sebagai “Pondok Pesantren Dhiyaul Qur’an”. Peserta didiknya bervariasi mulai dari anak TK hingga SMA. Kegiatan ini dilakukan di pendopo rumahnya.
Tidak hanya itu, setiap Rabu, Luluk juga menemani para lansia yang ingin menghafal Al-Quran. Pagi Rabu, setelah sholat subuh, Luluk berangkat ke tempat para lansia ini dengan sepedanya. Jarak antara rumahnya dan tempat menghafal lansia adalah lima kilometer. Saat ini, ia sedang mempersiapkan program menghafal Al-Quran untuk para ibu di sekitar rumahnya.
Luluk selalu menyempatkan waktu untuk murojaah hafalannya di antara kesibukannya. Sebelum subuh, sekitar pukul tiga dini hari, dia harus murojaah satu sampai dua juz. Bahkan saat waktu senggang kuliah, dia memanfaatkannya untuk murojaah setengah sampai satu juz. “Target saya dalam sehari minimal tiga juz bil ghoib,” tambah Luluk. Meskipun pernah bolos murojaah dua kali, dia berusaha sebaik mungkin untuk menjaga hafalannya.
Diluar kesibukannya mengamalkan Al-Quran, Luluk memiliki hobi untuk menghilangkan penatnya. Hobinya adalah menulis dan nderes (membaca Al-Quran). Menurut Luluk, dengan menulis dan nderes, ia bisa mengekspresikan segala keluh kesahnya. Hobi menulisnya sudah dimulai sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), ketika itu dia suka menulis motivasi. Mulai tahun 2023, Luluk memulai menulis puisi bergenre romansa dan tuhan. Dalam sebulan, ia bisa menulis sebanyak lima belas puisi.
Luluk mengungkapkan bahwa dia menyukai puisi karena merupakan bagian dari sastra. Menurutnya, sastra adalah suara kebenaran yang mengantarkan hati pada Sang Maha Benar, seperti yang dikatakan oleh Dzun Nun al-Mishri. Baginya, puisi bisa mencerminkan suasana hati seseorang, dan puisi yang paling menyentuh adalah yang ditulis ketika sedang sedih. Baginya, puisi bukanlah sekadar permainan diksi, melainkan ungkapan yang memiliki makna yang mendalam.
Pada bulan Oktober 2023, Luluk mulai menerbitkan puisi-puisinya dalam antologi puisi. Empat buah puisinya telah terbit dan dinobatkan sebagai penulis terbaik tingkat nasional. Keempat puisinya dipublikasikan di tiga penerbit yang berbeda. Simple Publisher menerbitkan puisi yang berjudul “Kata dan Realita” dan “Terluka”. CV Lingkar Pustaka menerbitkan “Berubah itu Tidak Mudah”. Terakhir, Farha Pustaka menerbitkan “Hujan Jatuh Membasahi Hatiku”.
Luluk Qonita SN adalah contoh nyata ketekunan dan kegigihan dalam mengejar impian serta mewujudkan potensi diri. Dari awal perjuangannya sebagai santri hingga peran aktifnya dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan, Luluk menunjukkan bahwa dengan tekad yang kuat, tidak ada hal yang tidak mungkin untuk dicapai. Keberhasilannya dalam menghafal Al-Quran dan menerbitkan puisi juga menginspirasi untuk terus berusaha dan berkarya.
“Tiada yang sia-sia selagi kita mau berusaha, Libatkan Allah dalam setiap proses mu dan Carilah Ridho Orang tua mu maka Allah akan bukakan segala pintu keajaiban-keajaiban yang tak terduga” pungkas luluk Qonita SN
Reporter : Dina Mufida | Editor : Fikri Khairul