kalijaga.co – Pada sore hari, di teras kediaman Eko Prasetyo di RT 02 RW 01 Dukuh Ngiri Desa Karangawen Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak, semilir angin meniup halus. Suasana hangat dipenuhi perbincangan tentang minat para anak muda terhadap bidang pertanian. Topik ini menjadi perhatian karena relevansinya yang penting. Opini dan fakta di lapangan menyoroti minat anak muda terhadap pertanian, mendorong pemikiran mendalam tentang keberlanjutan sektor ini di kalangan generasi muda.
Peran anak muda dianggap sangat penting dalam mengembangkan kesuksesan Indonesia, khususnya di bidang pertanian. Jika pertanian hanya mengacu pada proses pengerjaan dan sumber daya manusia dari masa lampau, maka yang akan terjadi bukanlah kemakmuran, melainkan ketertinggalan dari negara-negara maju, terutama dalam konteks pertanian.
“Generasi baru (anak muda saat ini) bisa memunculkan sesuatu hal, baik teknologi pangan, ataupun alat-alat itu tujuannya untuk kemakmuran bangsa dan negara,” ucap Eko Prasetyo, salah seorang petani sekaligus ahli bidang profesi pertanian di Dukuh Ngiri Desa Karangawen.
Di Indonesia sendiri, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dari 33% menjadi 29%. Selain itu, tenaga kerja petani di Indonesia kebanyakan berasal dari kalangan yang rentan usianya, yaitu antara 45 hingga 64 tahun. Berdasarkan catatan BPS tahun 2021, presentase pemuda yang bekerja di sektor pertanian, terutama yang berusia 16 hingga 30 tahun, juga menunjukkan penurunan.
Dari fakta lapangan di atas, beberapa hal mendasari penurunan presentase pemuda di bidang pertanian, yang erat kaitannya dengan minat pemuda saat ini.
Diana Rarasati, seorang mahasiswi alumni Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga tahun 2020, jurusan Agribisnis, fakultas Pertanian dan Bisnis, menyebutkan bahwa permasalahan anak muda di bidang pertanian didominasi oleh faktor ekonomi yang kurang memadai. Diana mengungkapkan bahwa banyak teman lulusan jurusan pertanian yang terbengkalai karena masalah permodalan. Banyak mahasiswa alumni yang bukan berasal dari keluarga petani tidak memiliki lahan untuk bertani, sehingga mereka memerlukan modal yang tinggi untuk membangun karier sebagai petani.
Jika diteliti lebih dalam, mahasiswa yang mengambil jurusan pertanian atau agrikultur tentu memiliki pengalaman dan pengetahuan yang lebih mendalam daripada pemuda yang tidak mendalami ilmu pertanian. Mereka banyak belajar mengenai sistem tanam hingga panen, mulai dari pengolahan lahan, pemupukan, pembasmian hama, hingga tahap panen.
“Kalau saya, sih jurusannya emang ke pertanian, tapi saya lebih ke prodi bisnis, ya. Kalau prodi bisnis tuh lebih ke pemasaran. jadi kayak hasil panen itu kita kayak masok, misal kita panen pertanian kayak sayuran organik, itu nanti masoknya kemana, ke superindo, atau kemana-kemana, kita lebih ke bisnis penjualannya,” ungkap Diana.
Selain itu, mereka juga melakukan studi lapangan secara langsung dengan menggunakan lahan sebagai sarana pembelajaran. Hal ini tentu menjadi nilai tambah bagi anak muda dibandingkan dengan mereka yang belum memperoleh pengetahuan pertanian secara mendalam.
Diana menyebutkan bahwa sebagian alumni mahasiswa melanjutkan karir mereka di bidang pertanian, dan sebagian besar dari mereka berasal dari luar Jawa. Latar belakang keluarga mereka, khususnya yang terkait dengan petani, didominasi oleh petani sawit. Hal ini menjadi alasan bagi mereka untuk melanjutkan bisnis orang tua mereka di kampung halaman.
Namun, dari sebagian kecil tersebut, sebagian besar alumni mahasiswa meniti karir di bidang wirausaha atau bekerja di perusahaan, meninggalkan jejak ilmu pertanian yang telah lama ditempuh di bangku perkuliahan. Termasuk Diana Rarasati, yang juga mengaku bahwa dirinya tidak berminat melanjutkan karirnya ke bidang pertanian. Menurutnya, modal yang dikerahkan cukup besar.
“Belum nanti kalau misal, kita udah modal besar, belum tentu nanti kita untung, kembali modal, Kan kita juga enggak tau, nanti bisa gagal panen, nah makanya banyak yang beralih ke wirausaha,” tuturnya.
Berbeda dengan Eko Prasetyo, selaku ahli profesi pertanian di Dukuh Ngiri, menyatakan bahwa sebenarnya dalam meniti karir sebagai seorang petani tidak membutuhkan modal yang besar.
Menurutnya, pertanian itu fleksibel, menggunakan modal yang sedikit juga bisa dilakukan, dan menggunakan modal yang besar juga dapat direalisasikan. Hal ini karena pertanian merupakan usaha yang paling fleksibel dibandingkan dengan usaha lainnya. Ibaratnya, usaha pertanian dapat dirintis dari nol, yang mana mungkin bisa dilakukan tanpa mengeluarkan modal. Langkah awal dalam usaha pertanian adalah bekerja di sektor pertanian. Lambat laun, modal itu akan terkumpul dengan sendirinya, dan seiring berjalannya waktu, bisa menjadi petani yang sukses.
Eko Prasetyo juga menyatakan bahwa anak muda saat ini tidak harus turun langsung ke lapangan untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan sektor pertanian. Mereka dapat menyelenggarakan seminar bagi masyarakat, memberikan contoh, dan berbagi informasi terkait ilmu pertanian yang telah mereka pelajari di sekolah atau perguruan tinggi. Hal ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memahami dan menerapkan ilmu tersebut dalam pengerjaan ladang pertanian sehingga menghasilkan hasil yang lebih baik.
Meskipun banyak mahasiswa dan anak muda lainnya yang kehilangan minat atau terhalang keinginannya untuk bertani, Eko Prasetyo mengingatkan agar jangan pernah menganggap bahwa orang-orang yang memilih berkecimpung dalam profesi petani tidak memiliki masa depan yang cerah. Jika kita melihat di sekitar lingkungan kita, banyak anak-anak petani yang sukses, bahkan beberapa di antaranya menjadi sarjana, dokter, tentara, dan masih banyak lagi.
“Selagi kita berusaha semaksimal mungkin, Insya Allah akan berhasil kaya (seperti) pengusaha-pengusaha diluar sana” tutur Eko Prasetyo.
Eko Prasetyo berharap agar anak muda Indonesia tidak kehilangan minat dalam melestarikan swasembada pangan, terutama dalam sektor pertanian, untuk memastikan kelangsungan hidup negara Indonesia tetap baik. Yang lebih penting, inovasi dalam perkembangan teknologi pertanian terus menerus, sehingga sektor pertanian di Indonesia dapat tetap menjadi salah satu yang sukses.
Reporter : Kofifah Tiara | Editor : Fikri Khairul Lisan | Ilustrator : Izza