Kalijaga.co – Yogyakarta dikenal sebagai kota yang kental akan adat istiadat budayanya. Yogyakarta menawarkan berbagai macam destinasi wisata serta kuliner dengan kearifan lokal. Jenang Mbah Sastro adalah salah satu spot kuliner dengan kearifan lokal yang ramai dikunjungi oleh turis luar daerah, bahkan sampai turis mancanegara.
Mbah Sastro berdiri didepan rumah sekaligus tempat produksi jenangnya
Jenang Mbah Sastro merupakan kuliner yang bisa disebut legendaris. Mbah Sastro memperkirakan usia usaha jenangnya ini telah berumur lebih dari 30 tahun.
“Ya dari anak masih pada kecil sampai sekarang sudah ada cucu”, Ujarnya.
Dirinya menjelaskan bahwa ide membuat jenang berawal dari ketidaksengajaannya memasak bubur saat masih berada di tempat asalnya Klaten, Jawa Tengah. “Awalnya itu anak saya sakit, tidak bisa makan nasi, terus saya buatkan bubur, kemudian diteruskan sampai menjadi usaha seperti sekarang ini”, Jelasnya.
Berbekal keterampilan membuat jenang ini, ditambah alasan ekonomi yang kurang baik pada saat itu, beliau bersama suami dan anaknya memutuskan merantau untuk mencari penghidupan yang lebih baik di Yogyakarta.
Kehidupan mereka selama merantau di Yogyakarta pun tak semulus yang dibayangkan. Awal merantau di Yogyakarta, Mbah Sastro dan suami menumpang tinggal dari rumah ke-rumah lain untuk menawarkan jasa serabutan. Mulai dari membersihkan rumah, membantu pekerjaan tuan ramah, atau apapun yang bisa mereka kerjakan.
Kehidupan barupun dimulai. Pagi sampai siang bantu bantu tuan rumah yang ditinggali, siangnya berkeliling menjajakan jenang gendongnya.Rutinitas seperti ini berjalan sampai kurang lebih 20 tahun lamanya. Tak jarang beliau sampai harus berjalan kaki berkilo-kilo meter dan pulang larut malam demi menghabiskan jenang yang digendongnya.
Tungku anglo yang digunakan ntuk memasak jenang
Keunikan dari jenang Mbah Sastro adalah tepung yang digunakan dalam pembuatan jenang tidak dibeli diwarung seperti tepung-tepung biasa yang ada dipasaran, melainkan Mbah Sastro membuat sendiri tepungnya, dengan alasan bahwa tepung yang dibeli memiliki rasa yang berbeda daripada tepung yang dibuatnya sendiri.
Selain itu, Mbah Sastro juga memasak jenang menggunakan tungku yang disebut dengan anglo. Mbah Sastro beralasan bahwa memasak menggunakan anglo tidak membuat jenang cepat matang. Proses pemasakan jenang yang membutuhkan waktu cukup lama memerlukan proses pengadukan selama jenang dimasak. Jika memasak menggunakan kompor biasa, maka proses pemasakannya akan terlalu cepat dan hasilnya menjadi kurang baik.
Pembuatan Beberapa Varian Jenang
Proses pengolahan jenang cukup lama dikarenakan jenang yang dibuat tidak hanya satu varian saja. Jenang yang dibuat antara lain jenang candil, jenang ketan hitam, jenang mutiara dan jenang sunsum.
Daun Pisang Pembungkus Jenang
Dalam proses packaging Jenang, Mbah Sastro menggunakan daun pisang, agar lebih alami dan menjaga citarasa jenang. Namun hambatannya adalah daun pisang tidak selalu bisa dibeli dalam jumlah banyak. Ada beberapa saat Mbah Sastro kehabisan daun pisang. Sebagai penggantinya, Mbah Sastro menggunakan kertas minyak. Walaupun banyak dari pelanggan yang memilih bungkusan dengan daun pisang.
Satu bungkus lengkap jenang Mbah Sastro dibandrol dengan harga 5000 rupiah. isinya meliputi bubur candil, bubur gelpung, ketan hitam, mutiara dan tak lupa dengan santan dan gula merahnya.
Mbah Sastro membuka lapak dagangnya pada pukul 14.00 WIB di Jl. Ampel, depan Indomaret Papringan bersama anak dan menantunya
Mbah Sastro sedang melayani pelanggan yang membeli jenang
Penampakan jenang Mbah Sastro yang dijual setiap harinya
Fotografer : Himmatul Ahsana, Cahyaning Widiya Yudiantari, Akbar Hamdani | Editor : Ilham Dwi Rahman