Kalijaga.co – Kalau Anda pernah berkunjung ke Masjid UIN Sunan Kalijaga, Anda akan temukan sebuah keunikan. Masjid ini memiliki nama lain yaitu Laboratorium Agama. Penamaannya itu mungkin menimbulkan pertanyaan, mengapa Masjid UIN Sunan Kalijaga ini dinamai Laboratorium Agama?
Menurut salah satu pengurus Masjid UIN Sunan Kalijaga, Egi Jumandri, sebelumnya masjid tersebut bernama Masjid Jami’ Sunan Kalijaga. Jumandri juga mengisahkan bahwa penamaan Laboratorium Agama ini berkaitan dengan tragedi gempa Jogja pada 2006 silam.
Kala itu, gempa mengguncang bangunan-bangunan di seantero Jogja. Salah satunya adalah Masjid UIN Sunan Kalijaga ini.
“Masjidnya terdampak gempa terus retak bagian kubahnya,” kata Jumandri.
Setelah kejadian itu, pihak universitas memutuskan untuk merobohkan bangunan tersebut. Sebab, akibat gempa struktur bangunan sudah dirasa tak aman dan dikhawatirkan bisa roboh sewaktu-waktu.
Hanya saja, lanjut Jumandri berkisah, pihak universitas tidak bisa mengajukan permohonan dana untuk pembangunan masjid kepada pemerintah. Sebab, dana pembangunan masjid tidak masuk dalam list pendanaan pembangunan dari pemerintah.
Menyiasati hal itu, Amin Abdullah, rektor kala menyiasati dengan pengajuan pembangunan laboratorium agama. Alasannya, menurut Jumandri, pendanaan pembangunan laboratorium masuk dalam list pendanaan pembangunan dari pemerintah.
“Jadi nama laboratorium agama itu sebagai jalan pintas supaya dapat dana dari pemerintah untuk membangun masjid dan dinamakan sebagai Laboratorium Agama. Mulai (beroperasi) dari 2010,” ujarnya.
Terkait fungsi dari Laboratorium Agama itu sendiri, Jumandri menjelaskan, tidak hanya berfungsi sebagai tempat sholat saja. Melainkan juga sebagai tempat kegiatan para mahasiswa, seperti diskusi, rapat, dan lain sebagainya. Menurut Jumandri, kegiatan-kegiatan tersebut bisa dilaksanakan di selasar masjid.
Salah seorang mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Khoirunnisa, adalah salah satu mahasiswa yang kerap mengadakan kegiatan di selasar masjid. Ia kerap mengadakan rapat Bersama kawan-kawannya satu program studi di tempat tersebut.
“Soalnya ini kan tempatnya nyaman, terus juga fleksibel, udah gitu suasananya juga sejuk,” katanya.
Nisa mengaku sangat terbantu dengan diperbolehkannya masjid untuk digunakan sebagai tempat berkegiatan mahasiswa. Sebab, tempatnya juga strategis dan mudah dijangkau mahasiswa. Selain itu, menurutnya, dengan berkegiatan di masjid, ia juga jadi dapat mengingat waktu sholat saat azan berkumandang.
Diperbolehkannya masjid untuk kegiatan selain sholat, menurut Nisa, juga searah dengan penamaannya. Menurutnya, saat masjid dinamai dengan Laboratorium Agama memang sudah sewajarnya juga bisa dimanfaatkan untuk kegiatan selain sholat.
“Kalau masjid kan cuma untuk tempat ibadah doang. Tapi kalau Laboratorium Agama itu bukan sekadar digunakan untuk sholat, tapi juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan, seperti kajian, belajar, diskusi dan lain sebagainya,” ujarnya.
Meski demikian, Jumandri menyatakan bahwa fungsi lain Laboratorium Agama seperti kegiatan mahasiswa, secara tidak langsung juga berdampak terhadap fungsi pertama.
“Semisalnya ada yang rame-rame di selasar itu. Kemudian sudah masuk waktu sholat, azan, tetapi ada sebagian mahasiswa yang masih melanjutkan kegiatannya. Bukan malah bergegas untuk mengambil wudhu kemudian sholat,” kata Jumandri.
Untuk menangani masalah semacam itu, menurut Jumandri, pengurus masjid akan memberikan pengumuman kepada mahasiswa yang sedang berkegiatan di selasar.
“Kita ada pengumuman setiap selesai adzan. Kalau dari pengumuman juga masih belum pada bubar, biasanya ada satu-dua pengurus yang keliling untuk mengingatkan langsung,” ujar Jumandri.
Selain selasar, Jumandri juga menyebutkan kalau ruang utama masjid juga tidak hanya diperuntukan untuk sholat saja. Tetapi juga untuk acara besar seperti maulid dan kajian.
“Di ruang utamanya emang khusus buat sholat, sama dipakai untuk kegiatan-kegiatan besar seperti maulid, kajian, dan lain sebagainya. Dan kajiannya pun bukan hanya kajian tentang agama, melainkan mencangkup semua lini. Jadi, ada kajian tentang ibadah, ada juga kajian tentang sains,” katanya.
Reporter : Ahmad Al Hafizh | Editor: Aji Bintang Nusantara