Penampilan musik dari Dendang Kampungan mengiringi waktu sore orang-orang yang berseliweran di Titik Nol KM Yogyakarta, mulai dari warga lokal, wisatawan hingga turis pada Rabu (08/11). Penampilan tersebut merupakan rangkaian kegiatan dari aksi Power Up yang diinisiasi oleh para pegiat lingkungan di Yogyakarta.
Ade Zahra selaku kepala divisi public relations Climate Rangers Jogja memilih aksi di Titik Nol KM karena di situlah titik sentral Yogyakarta. pada aksi Power Up juga memiliki tekad untuk merebut kembali kekuatan masyarakat dengan menciptakan energi terbarukan yang berkeadilan. Alasan lainnya karena Titik Nol terdapat engagement publik yang cukup luas dari berbagai kalangan.
“Tujuannya untuk mendesak transisi energi segera. Transisi energi ya bukan sekedar transisi, tapi transisi energi berkeadilan yang berbasis masyarakat,.” tegas Zahra.
Zahra menyampaikan bahwa isu transisi energi ini bersifat multidimensional, yang artinya tidak hanya menyerang seputar lingkungan. Ia berharap aksi ini bisa memberi awareness ke masyarakat bahwa transisi energi itu penting, terutama bagi pemerintah dan sektor swasta untuk segera memprioritaskan isu ini.
Naufal, seorang wisatawan mengemukakan bahwa krisis iklim saat ini sangat terasa dampaknya, mulai dari tidak pastian cuaca hingga kemarau panjang. Hal inilah yang membuat Naufal tergerak dan mengikuti aksi Power Up
“Kalau saya sendiri sih ngerasain di rumah panas banget. Pokoknya saya merasakan sehari-hari lebih panas dari dulu. Dulu siang-siang masih adem, kalo sekarang udah panas banget, apalagi kalo siang keluar bisa sampe belang-belang Mas! pokoknya ga terkendali lah iklimnya,” ujar Naufal.
Rosa dari SEAarta juga menjelaskan krisis iklim disebabkan pemakaian Sumber Daya Alam yang tidak terkontrol. Semakin banyak usaha penambangan dan penebangan hutan yang terjadi di berbagai daerah. Ditambah lagi dengan adanya UU Minerba dan UU Cipta Kerja yang mengeskploitasi alam, sehingga menjadikan situasi di Indonesia saat ini pada kondisi yang paling buruk.
“Salah satu bentuk kampanye yang dapat kita lakukan dan juga murah biayanya melalui medium seni. Misalkan temen-temen bisa bikin gambar, jadi poster untuk menyuarakan persoalan-persoalan dampak pertambangan, perlawanan warga terhadap tambang itu sendiri, deforestasi, penggunaan energi kotor dan banyak hal lain yang merusak lingkungan dan bagi kesehatan kita sendiri juga.” ungkap Rosa.
Pencegahan krisis iklim, lanjut Rosa, dapat dimulai dari lingkup yang paling kecil yaitu diri sendiri. Contohnya dengan mengurangi pemakaian sampah plastic. Tak hanya itu, isu krisis iklim seharusnya terus digaungkan di keluarga, teman, atau pacar kita agar tumbuhnya kesadaran masyarakat yang lebih luas.
“Harus sering kita bincangkan di ruang-ruang kecil yang personal, entah itu dalam komunitas kita, di dalam rumah kita sendiri, tetangga, teman, pacar. Itu bisa kita bincangkan untuk mencari jalan terbaik untuk menghadapi krisis sosial ekologis saat ini,” pungkas Rosa.
Reporter: Widad HU | Editor: Maria Al-Zahra