Grha Keris Yogyakarta : Wadah Edukasi Warisan Legendaris

0 0
Read Time:3 Minute, 28 Second

Kalijaga.co – Grha Keris Yogyakarta menggelar Workshop dan Pameran Edukasi Budaya Keris pada tanggal 16 – 19 Oktober 2023 dengan tema “Menuju Ruang Edukasi Budaya Keris Nusantara”. Di dalam pameran ini terdapat macam-macam jenis keris dari berbagai paguyuban, nama bagian-bagian keris, hingga cara pembuatan keris, yang bertujuan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat tentang keris.

“Keris itu peninggalan karya para leluhur, sehingga tugas kita merawat dan melestarikan.” ujar Wahyu, salah satu panitia di pameran ini sekaligus Dosen Psikologi Universitas Mercu Buana.

Keris dan Mitos Yang Menghinggapinya

Menurut Wahyu, pemahaman tentang keris juga perlu dimiliki untuk menghindari perspektif nyeleweng, seperti keris yang dianggap sebagai sesuatu yang mistis dan keramat bahkan menakutkan, sebab masyarakat modern hari ini masih banyak yang memercayai hal itu.

“Pandangan tersebut itu tidak benar. Semisal saya punya keris udan mas terus saya jadi kaya, ya nggak gitu. Jalan nya itu tetep lewat orang, lewat kerja dan usaha. Saya punya keris satu lemari pun kalau saya diam saja ya juga tidak ada guna nya,” Jelasnya.

Ia coba meluruskan, bahwa sebenarnya makna dari keris itu adalah sebagai sugesti yang mendorong motivasi seseorang untuk mencapai sebuah tujuan.

“Kalau saya pribadi beranggapan bahwa sugesti kalau anak muda zaman sekarang itu keris menjadi keyakinan, ya untuk memberikan semangat. Jadi keris yang kita miliki akan memberi kita sebuah motivasi agar kita dapat meraih tujuan kita,” Tuturnya.

Perbedaan Keris Dulu dan Sekarang

Fungsi keris pada zaman dahulu dan zaman sekarang memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Pada zaman dahulu yang utama keris di fungsikan sebagai alat perang, tanda kedewasaan, dan status sosial pemiliknya. Tetapi pada saat ini fungsi keris berbeda. Keris digunakan sebagai souvenir, pelengkap busana adat, dan lain sebagainya.

“Yang paling membedakan ya itu. Zaman dulu dimungkinkan untuk senjata, baik senjata tikam ataupun senjata spiritual dan upacara. Kalo sekarang itu cenderung bukan untuk senjata tapi untuk hiasan atau koleksi,” ujar Wahyu.

Selain dari fungsi, bahan yang di gunakan untuk pembuatan keris pada zaman dulu dan sekarang jelas berbeda. Salah satu faktor nya adalah teknologi yang belum mumpuni. Jika dilihat kembali, zaman dulu para empu belum mengenal teknologi tetapi sudah pandai membuat keris sedetail itu, dengan waktu yang lama dan biaya produksi yang sangat mahal. Hal itu yang membuat nilai keris menjadi luar biasa.

Berbeda dengan zaman sekarang dimana teknologi sudah maju sehingga nilai tradisional kerisnya nampak biasa saja. Selain itu, minusnya kualitas bahan yang menurun, seperti mendaur ulang besi yang sebelumnya sudah pernah dipakai.

“Waktu pembuatan nya itu mungkin satu tahun hanya satu keris karena faktor teknologi tadi nggih. Biji besi dipilahkan lalu di tempa nah itu jadi keris. Kalo sekarang kan nggak, bekas bekas peer mobil, dari beton esse atau dari besi rel kereta api yang di panaskan terus di tutuk-tutuk jadi keris. Jadi sudah melalui peleburan,” jelas Wahyu.

Wahyu juga menambahkan bahwa kelemahan keris zaman dulu adalah bersifat pribadi, artinya tidak bisa diwariskan karena tujuan mempunyai keris yang pasti berbeda tiap individunya.

“Misalkan ada orang minta dibuatkan keris untuk menjadi kaya, lalu si empu yang membuat keris mendoakan si pemilik keris agar kaya. Kemudian orang ini punya putra, apakah putranya punya keinginan yang sama?, bisa jadi dia ingin yang lain. Jadi keris yang diturunkan ke anaknya itu gak cocok. Dan ini sebenarnya logis.” Imbuhnya.

Keris dan Lembaran Uang

Dari seluruh keris yang dipamerkan terdapat satu-satunya keris perempuan, bentuk fisiknya memang sangat feminim karena ukurannya tidak boleh melebihi 30 cm. Tak hanya itu, jeder nya terbuat dari tanduk rusa putih. Pada bagian keris terdapat hiasan berupa batu zamrud warna merah dan berlian asli sehingga keris pun terlihat semakin menawan. Keris ini sudah ada sejak zaman Hamengkubuwono V.

Menurut pemilik, keris tersebut terakhir kali sudah ditawar dengan harga 10 juta rupiah. Tetapi karena istri pemilik sangat menyayangi keris tersebut, maka keris tersebut tidak dapat dijual.

“Awalnya istri saya gak suka keris-keris gitu, tapi ketika keris itu berubah menjadi lembaran-lembaran merah jadi suka dia.” Ungkap sang pemilik keris sembari tertawa kecil.

Hal tersebut juga memperkuat bahwa pada zaman ini keris dikaitkan dengan faktor ekonomi. Harga keris bisa semakin melejit sesuai dengan bahan yang digunakan seperti sandang dan pendhok nya serta sejarah dari keris itu sendiri.

Reporter : Tsabita Sirly dan Najwa Azzahra | Editor : Ilham Dwi Rahman

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *