Di depan teman-teman nongkrongnya, Syarif dengan santai memakai sunscreen. Tidak ada selain dirinya yang melakukan hal demikian, otomatis ia kerap menjadi perhatian. “Kalau ada yang ngomong, ‘lu ngapain pake sunscreen gitu?’ Terus aku bilang, lah orang Jefri Nichol aja pake.” Tutur Syarif sembari tersenyum.
Tanggapan orang sekitar ketika tahu bahwa ia memakai produk perawatan kulit tidak pernah dianggap serius. Sekalipun itu datang dari orang terdekat.
Ibunya juga pernah menggoda ketika ia duduk bersanding dengan adik laki-lakinya yang merupakan anggota Paskibra. “Cowok kok pakai lip balm, cowok kok maskeran. Noh adik noh, item keling gitu,” ceritanya sambil menirukan logat ibunya.
Dibesarkan di keluarga yang gemar bercanda, Syarif tidak merasa bahwa obrolan demikian sebagai tekanan. Ia tahu maksud ibunya hanya bercanda, bukan untuk membuatnya berkecil hati. Kedua orang tuanya mendukung jika ia menggunakan produk perawatan kulit. Seperti saat sedang di rumah terkadang Syarif minta skincare milik ibunya. Bahkan ia tidak segan mengajak ibunya untuk memakai skincare bersama.
–
Sejak duduk di bangku SMA Syarif sudah memakai facial wash untuk membersihkan wajahnya. Walaupun rajin memberishkan muka, kondisi breakout juga pernah ia rasakan.
“Aku sampai males lihat mukaku sendiri. Item-item bekas jerawat gitu,” kenang Syarif sambil menunjukkan salah satu foto dua tahun silam yang tersimpan di Google Photo. Wajahnya memerah sebab jerawat.
Masalah breakout berimbas pada kegiatan dan interaksi Syarif dengan lingkuangannya. Beberapa tawaran untuk menjadi MC atau sekadar mengisi acara untuk bermain gitar ia lewatkan begitu saja. Saat nongkrong dengan teman-temannya pun ia lebih membatasi diri untuk berinteraksi dengan lawan jenis. Alasannya hanya satu. Ia merasa tidak percaya diri dengan kondisi wajahnya.
Seberat apapun breakout yang datang, Syarif tetap rajin merawat dan membersihkan wajah. Dikarenakan sebagai bentuk tanggungjawab pada badan yang miliki.
“Namanya wajah, yang namanya tubuh itu kan titipan, titipan dari Allah. Jadi. Aku ngerasa kayak nggak bertanggung jawab aja ketika aku ga merawat tubuhku,” ungkap Syarif.
Rintangan terberat saat memakai skincare yang dihadapi ada pada diri sendiri, malas. Namun, dengan sadar akan tanggung jawabnya sebagai hamba yang diberi amanah oleh Tuhannya, Syarif berusaha mengembannya. Semalas apapun, sebelum tidur ia mencuci muka dan menggosok gigi. Kebiasaan ini dijalaninya sejak semester 3 lalu. Bersamaan dengan itu, ia juga mulai menggunakan sunscreen.
Kini ia lebih berbangga hati ketika melihat perkembangan kondisi wajahnya. Meski masih terdapat beberapa jerawat di wajah, tapi sudah tidak sebanyak yang dulu.
Wajah glow up memiliki potensi lebih mudah diterima oleh lingkungannya.
“Temen-temen yang di sekeliling kita juga pasti yang ngeliat kita kayak, ini pasti apa ya, telaten perawatannya gitu kan,” tutur Syarif.
Memasuki kehidupan perkuliahan Syarif semakin rajin merawat wajahnya. Perawatannya pun berkembang dari hanya memakai facial wash menjadi skincare. Sharing skincare juga acap kali Syarif lakukan dengan teman tongkrongannya. Ia sering merekomendasikan kepada temannya untuk mulai menggunakan beberapa produk perawatan kulit.
Syarif termasuk lelaki beruntung karena lingkungannya tidak pernah mengolok-olok sebab memakai skincare. Ia pun tidak mendapati stigma bahwa laki-laki yang memakai skincare dianggap tidak macho.
Hal berbeda datang dari Zoel (bukan nama sebenarnya), teman-teman di sekitarnya masih memiliki stigma bahwa skincare hanya untuk perempuan. Lingkungan pertemanan yang tidak mendukug inilah membuatnya malu dan tidak percaya diri.
Pernah suatu ketika ia mendapati temannya sedang pakai produk perawatan kulit. Sedangkan teman lainnya menimpali, “Itu apaan-itu apaan? Keknya ribet banget dah. Buat apa?”.
Kebanyakan teman laki-laki Zoel hanya menggunakan facial wash, yang dianggap praktis. Teman-temannya pun tahu kalau ia menggunakan facial wash. Berbeda dengan produk lain yang dianggap ribet, karena memang membutuhkan waktu paling tidak lima menit untuk memakainya.
Kamar dengan pintu tertutup menjadi tempat paling nyaman untuk memakai skincare. Sekedar untuk membuka paket pembelian skincare dari online shop juga tetap didalam kamar dengan pintu tertutup rapat.
Ia masih belum pede untuk memakai di depan temannya. Semua produk skincare pun dijadikan satu di dalam tas. Jadi, tidak ada seorang pun yang melihat ada skincare di dalam kamarnya. Hal ini berakar pada stigma bahwa skincare adalah produk perempuan. Sehingga Zoel merasa gengsi saat menggunakan skincare.
Pengenalan Zoel dengan produk perawatan wajah bermula karena breakout hingga membawanya berkonsultasi dengan dokter kulit.
“Dikasih obat oles gitu sama cuci muka khusus ngilangin jerawat,” Zoel tertawa mengingat momen itu.
Untuk menjaga wajahnya tetap sehat dan bersih, sebelum berangkat ke sekolah Zoel rutin memakai air mawar dan cleanser. Kebiasaan ini berkembang pada pemakaian sunscreen dan facial foam. Pada saat berpacaran, pengetahuan soal skincare pun bertambah seperti pemakaian moisturizer, tonerdan serum.
Zoel memakai skincare benar-benar hanya untuk dirinya sendiri. Ia tidak pernah mengajak temannya untuk meniru rutinitas yang berevolusi menjadi kebutuhan. Terutama saat berkendara dengan motor dan posisinya di belakang truk. Inilah momen dimana memakai skincare bukan lagi karena orang lain. Bukan karena ibunya atau seorang wanita.
“Belajar dari pengalaman, laki-laki juga butuh skincare untuk merawat dan menjaga kesehatan kulit” pungkas Syarif.
Reporter: Ruhana Maysaroh | Editor: Maria Al-Zahra | Ilustrasi: Alifia Maharani