Salah satu rangkaian kegiatan dalam Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2023 adalah diskusi bertajuk “Lampu Kuning Stunting dan Dilema Ketahanan Pangan”. Diskusi ini digelar pada Kamis (5/10) di aula TK Negeri Pembina Wates, Kulon Progo.
Dalam diskusi ini, dihadirkan dua pembicara utama, yaitu Laksmi A. Savitri, pengurus FIAN-Food Information an Action Network dan Co-Founder Sekolah Padi Biru, dan Toto Sudargo, ahli gizi dan dosen FK-KMK UGM. Keduanya membuka diskusi dengan merinci permasalahan stunting dan dampaknya pada ketahanan pangan di Indonesia. Mereka menyoroti fakta bahwa meskipun ada kemajuan dalam ketahanan pangan, angka stunting yang tinggi tetap menjadi sorotan utama.
Stunting adalah kondisi di mana pertumbuhan fisik anak terhambat atau terhenti akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada masa awal kehidupan, yang dapat mengakibatkan anak memiliki tinggi badan yang lebih pendek dari seharusnya untuk usianya. Meski demikian, Toto menjelaskan bahwa stunting bukan hanya sebatas soal ukuran tubuh atau tinggi badan saja, tetapi ada aspek hemoglobin yang mempengaruhi peredaran darah dari manusia yang mengalami stunting.
Tingkat stunting yang tinggi di beberapa wilayah disebabkan oleh beberapa faktor utama. Menurut Toto, salah satu penyebab utamanya adalah gizi buruk yang mengakibatkan kurangnya nutrisi yang cukup selama masa pertumbuhan anak.
Selain itu, infeksi dan penyakit juga dapat berperan dalam menghambat pertumbuhan anak karena dapat mengganggu penyerapan nutrisi. Ada pula faktor lingkungan yang juga berperan penting dalam masalah ini. Lingkungan yang tidak sehat, seperti sanitasi yang buruk dan air minum yang tidak bersih, dapat meningkatkan risiko infeksi dan memperburuk stunting.
Permasalahan yang juga turut menyumbang tingginya angka stunting adalah soal ketahanan pangan. Menurut Laksmi, terdapat salah paham di masyarakat terkait dengan konsep ketahanan pangan. Laksmi berpendapat bahwa saat ini banyak yang mengartikan ketahanan pangan hanya sebagai mencukupi kebutuhan perut dengan mengamini apa yang disebut sebagai perut kenyang, tanpa memperhatikan aspek kesehatannya.
“Ketahanan pangan tidak hanya kecukupan makanan saja, tetapi melihat kandungan nutrisi dari makanan tersebut,” tutur Laksmi.
Dengan kata lain, menurut Laksmi, penting untuk memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat memiliki nilai gizi yang cukup. Hal itu penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga dapat mencegah terjadinya stunting.
Senada dengan Laksmi, Toto menerangkan bahwa dalam permasalahan pencegahan stunting masyarakat harus makan makanan yang seimbang. Pencegahan stunting juga tidak hanya ditujukan langsung pada anak semata, melainkan mulai dari ibunya. Pencegahan stunting ini, menurut Toto, juga tidak bisa dilakukan dalam jangka waktu sehari atau dua hari, tapi satu sampai dua generasi.
“Cara mencegah stunting itu dimulai dari satu generasi, misal pada ibu hamil harus memberikan makanan-makanan yang bagus, kekurangan yodium pada ibu hamil dapat menimbulkan stunting,” tuturnya.
Lebih lanjut, Toto menyebutkan tiga langkah dalam pencegahan stunting yang disebutnya dengan Langkah primer, sekunder, dan tersier. Langkah pertama yaitu perbaikan konsumsi pangan, langkah kedua yaitu dengan memperhatikan kesehatan ibu dan menghindari anemia, dan langkah terakhir yaitu perbaikan lingkungan. Dengan langkah-langkah ini, menurut Toto, diharapkan stunting dapat dicegah secara efektif.
Reporter: Fikri Khairul Lisan | Editor: Aji Bintang Nusantara