Mahasiswa KPI Alami Culture Shock Kuliah di Amerika Serikat

8 0
Read Time:5 Minute, 47 Second

Kalijaga.co – Solluuhiyyah atau yang akrab disapa Ichel , mahasiswi prodi (Komunikasi dan Penyiaran Islam) KPI UIN Sunan Kalijaga Angkatan 2021 berhasil mendapatkan Beasiswa Non Gelar MoRa Overseas Student Mobility Awards 2023. Program tersebut menawarkan perkuliahan selama satu semester di York College of Pennsylvania,  Amerika Serikat. Kini, ichel  menjalani hari-harinya sebagai mahasiswa Mass Communication. Namun, disisi lain bahasa menjadi kendala yang ia alami di salah satu mata kuliah ditambah teman – temannya ada yang memutuskan untuk drop out. Tapi Ichel tetap mencoba untuk bertahan dan beradaptasi.

Sistem Pembelajaran

Berada di belahan dunia yang jauh di Utara menciptakan nuansa yang sangat berbeda dengan Indonesia. Dari perbedaan iklim, zona waktu, budaya, bahasa, termasuk juga sistem pembelajaran. Terhitung sudah satu bulan lebih Ichel menempuh pendidikan di kota York. Kota yang saat ini tengah dihiasi musim gugur itu menawarkan banyak hal baru padanya.

Ichel merasakan banyak sekali culture shock yang ia alami terkait sistem pembelajaran di York College. Jika biasanya di Indonesia ia ditawarkan 24 SKS per semester, di York College ia hanya mendapatkan 12 SKS untuk satu semester. Selain itu, jika di negara asal ia banyak mengambil mata kuliah, di York College ia hanya mendapatkan 4 mata kuliah, yaitu Broadcasting Performance, Audio Production, Interdiciplinary Communication, dan Intro to the World Languages.

Menurutnya, sistem pembelajaran di Amerika memiliki satu kesamaan dengan sistem pembelajaran saat masih duduk di bangku SMA yaitu adanya pengulangan mata pelajaran/kuliah yang sama dalam seminggu. Hal ini membuatnya jauh lebih  dalam untuk memahami pelajaran.

“Dalam seminggu bisa dua sampai tiga kali mengulang matkul itu” ucap Ichel saat diwawancara melalui Google Meet.

Sebagai mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, Ichel merasa kebutuhannya benar-benar difasilitasi , baik kebutuhan secara teori maupun praktik. Kelas yang ia ikuti dilengkapi workshop. Setelah dosen memberikan penjelasan mahasiswa akan diarahkan langsung untuk mempraktikkannya. Misal saja saat kelas Broadcasting Performance, setelah mendapatkan teori di kelas, mahasiswa akan langsung praktik di studio. Semua mahasiswa mendapatkan kesempatan yang sama.

 “Di sini anak broadcast bisa rasain ke studio. Bisa jadi switcher, audioman. Dan kita rolling. Semuanya rasain jadi talent. Dan semuanya itu pakai jam kelas” jelasnya dengan semangat.

Sementara di kampus Indonesia tempatnya kuliah , sulit untuk mendapatkan pengalaman dan fasilitas jika tidak masuk komunitas atau organisasi. Meskipun sudah masuk komunitas atau organisasi, seringkali masih tidak bisa belajar dengan leluasa atau terbatas.

“Di sini (York College) dipersiapkan banget futurenya kita mau jadi apa” sambungnya.

Hal menarik lainnya adalah mayoritas mahasiswa di Amerika jarang menulis di buku. Mereka lebih suka mencatat dan melakukan semuanya di laptop. Mereka hanya sesekali menulis dengan kertas itupun saat ujian. Namun yang Ichel ketahui, saat ini masyarakat di sana mulai mau membiasakan lagi menulis dengan tangan karena hal tersebut berpengaruh pada kinerja otak.

Selain diskusi secara tatap muka di kelas, komunikasi antar dosen dan mahasiswa dilakukan melalui email. Ichel mengungkapkan bahwa dosen di sana cukup fast respons saat dihubungi. Sementara untuk informasi terkait tugas pun menggunakan aplikasi Canvas (aplikasi pendidikan).

 “Itu benar-benar lengkap banget. Dari silabus, assignment, dan nilai kita ada di situ semua” jawabnya.

Dengan begitu, mahasiswa tidak lagi perlu menghubungi dosen via WhatsApp. ketika dosen tidak bisa hadir, maka akan diinformasikan di sana. “All in one dalam satu aplikasi. Jadi semua kebutuhan yang menyangkut pelajaran ada di sana.

“Seru banget deh. Gak bingung jadinya. Udah jelas besoknya mau ngapain, belajar bab apa” lanjutnya.

Hal yang Ichel sangat sukai dari budaya Amerika ialah mereka tidak mengkotak-kotakan gagasan sehingga tidak terbatas idenya. Semua ide diterima di sana. Selain itu, ketika meminta feedback dari dosen, maka dosen akan dengan senang hati memberikannya. Dan jika tidak, maka dosen hanya memberikan satu hal yaitu pujian.

 “Mereka tuh pasti bakal komentar ‘oh that’s cool, that’s good, awesome’” ceritanya exicted.

Sikap-sikap tersebut dapat membangun kepercayaan diri mahasiswa. Sehingga mahasiswa tidak takut untuk salah dan terus mau belajar.

Terkait manajemen waktu, Ichel mengaku di Amerika dan Indonesia cukup berbeda. Ia merasa di Amerika dapat lebih santai dibanding saat di Indonesia. Selain karena hanya mendapatkan sedikit SKS, ia juga belum bisa mengikuti komunitas. Komunitas dan organisasi di York College hanya open recruitment di semester ganda, sedangkan ia hanya menetap selama satu semester ganjil.

“Di sini gabut. Apalagi kalau libur” curhatnya.

Terkadang jika merasa bosan ia akan pergi ke Writing Center. Kemudian saat mengerjakan tugaspun ia mengaku tidak over karena masih terbilang ringan meskipun setiap pertemuan selalu ada tugas.

Kesulitan Bahasa

Sebagai mahasiswa asing di Amerika, Ichel mengaku sempat terkendala bahasa. Ia menyatakan bahwa pada awalnya ia mengambil 5 mata kuliah. Mata kuliah kelima yaitu Persuasion. Namun karena ada beberapa kendala, ia mengeluarkan mata kuliah itu dan kini tersisa 4 mata kuliah.

“Aku ngga kuat soalnya. Faktornya ada di diri sendiri” ucapnya.

Ia menyatakan bahwa hampir 80% kelas itu diisi dengan diskusi, sementara Ichel merasa bahasa Inggrisnya belum semahir itu. Selain itu , faktor komunikasi dengan teman dan dosen juga menjadi kendala.

 “Ditambah teman-teman di sana ngomongnya kek kumur-kumur. Ngga bisa ditolerir, dosennya juga cepat ngomongnya” lanjutnya menguapkan isi hati.

Sebenarnya hal tersebut dapat diatasi dengan konsultasi secara langsung dengan dosen mata kuliah tersebut, namun setiap selesai kelas dosen yang bersangkutan terburu-buru karena masih ada kelas lainnya. Selain itu, Ichel juga menyebutkan bahwa harga buku di sana tergolong mahal.

Setiap berada di kelas yang ia ambil, Ichel bertanya pada diri sendiri. Apa yang ia dapat dari kelas ini? Mengapa ia tidak mendapatkan apa-apa? Terkadang ia berpikir hanya menjadi beban saja di negeri rantau. Selalu merasa takut tiap mata kuliah berlangsung.

Seiring berjalannya waktu, Ichel mampu beradaptasi dengan baik. Kemampuan bahasanya juga semakin meningkat. ia lebih di perhatikan dosen karena sebagai mahasiswa internasional dimana bahasa Inggris bukan menjadi bahasa utama. Hal membuat ichel lebih bersemangat untuk belajar.

“Apalagi ada dua kelas yang praktek banget, Broadcasting dan Audio Production. Jadi kadang dosennya nyamperin aku di akhir, kek ‘kamu ngerti ngga?’ Dosen di sana keren banget” lanjutnya antusias.

Dikarenakan masih kendala di bahasa , Ichel berniat mengikuti bimbingan belajar lagi. Kampusnya saat ini memiliki academic support untuk non-native speaker. Sehingga bisa melakukan percakapan dengan orang-orang di sana. Ia mengibaratkan academic support itu dengan Bimbingan Konseling. Di sanalah mahasiswa internasional akan diberi partner conversation.

Selain itu, jika ingin menulis telah disediakan Writing Ccenter. York College juga dilengkapi fasilitas olahraga gratis yang mumpuni seperti gym, kolam renang, voli, basket, sepak bola, dan masih banyak lagi yang tidak ia sebutkan.

 “Intinya bagus banget treatnya. Apa yang kita butuhkan pasti ada, asal cari tahu aja” ucap Ichel.

Terlepas dari banyaknya perbedaan sistem pembelajaran antara Indonesia dan Amerika yang dalam hal ini Amerika lebih unggul, Ichel berpesan untuk tidak perlu mendewa-dewakan mereka yang pergi ke Amerika. Menurutnya seindah apapun Amerika, ia lebih merasa aman di Indonesia. Semakin ia jauh pergi merantau ke negeri orang, maka semakin ia mencintai Indonesia.

“Mau semenggiur apapun negara lain, kita akan mendapatkan soul kita di Indonesia, aku ngga bisa ngga kangen Indonesia” ungkapnya yang sudah sangat rindu dengan tanah air.

Reporter : Wimbi Nur | Editor : Nanik Rahmawati

Sumber foto : Dok. Pribadi Solluuhiyyah

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
67 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
33 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *