Grup music Seni Perlawanan Oleh Rakyat (SPOER) memperingati Hari Tani dengan mengadakan Talkshow dengan mengangkat tema “Perampasan ruang hidup dengan dalih pembangunan berkelanjutan”. Acara ini bertempat di Convention Hall, UIN Sunan Kalijaga yang diikuti oleh mahasiswa, masyarakat umum dan lembaga masyarakat pada 24/09. Talkshow ini menyoroti salah satunya kasus perampasan tanah di Wadas.
Penetapan Wadas sebagai lokasi tambang oleh pemerintah telah mendapatkan penolakan dari warga Wadas sendiri sejak tahun 2019 hingga sekarang. Mereka molak pertambangan di Wadas karena disanalah sumber kehidupan bagi warga dan ruang hidup bagi perempuan sebagai manifest politik.
Sana Ullaila selaku narasumber dari Suara Perempuan (SP) Kinasih, menjelaskan perempuan dan alam memang tidak dapat dipisahkan. Mereka sangat merdeka untuk menentukan jenis tanaman tani dan bebas mengambil apapun dari Wadas. Kemudian, perempuan Wadas merepresentasikan dirinya dengan mengolah gula aren, membuat besek dan berbagai olahan makanan lainnya. Jika tanah dan alam di Wadas dirampas oleh negara sama saja menghilangkan hak ekonomi dan hak politik warga.
“Perempuan wadas bicara soal produk, tapi ketika ini diambil oleh negara, maka tidak ada lagi representasi perempuan Wadas,” papar Ullaila
Alih-alih memberhentikan pertambangan di Wadas, pemerintah mimilih untuk mengganti rugi dan membeli tanah warga yang bersedia dijual pada perusahaan tambang. Warga Wadas dipaksa pergi dari alam mereka.
Ullaila menceritakan perjuangan perempuan di Wadas masih hingga saat ini, walaupun selalu ada relasi kuasa yang melekat pada mereka. Banyak perempuan di Wadas yang tidak memiliki hak atas tanahnya. Biasanya hak itu berpindah tangan ke suami atau anggota keluarga lainnya.
Menurut Ahmad Ashory Birry dari Trend Aisa, Wadas merupakan deaerah yang cukup sejahtera sebelum ada proyek pertambangan, rukun kolektif energi terpenuhi, pangan terpenuhi. Seharusnya bertransisi dengan wadas dulu dengan pondasi sosialnya dikuatkan tapi kemudian batas lingkungan tidak terlewati. Selain itu komitmen untuk mencari kemungkinan wadas tidak ditambang meskipun bertabrakan dengan harapan
“Memang itu celah sempit yang harus kita kejar, realita buruk harus kita akui . kita gga boleh hilangkan harapan dalam artian komitmen karena kita tau bukti-buktinya ada kok , kita harus bergerak” ujar Ashory
Laksmini Sapitri, salah satu penanggap dalam talkshow, menuturkan bahwa kita sedang menceritakan kemampuan untuk membaca modus kerja negara. Bahwa pemerintahan yang semua logikanya dilandasi oleh kapital. Jadi jangan berharap sementara negara tidak berwujud.
“Jadi mari merayakan hari ini , hari perlawanan dan diri kita adalah situs perlawanan dan sidah ditunjukkan dengan kan membawa tumbler misalkan ,mulai dari diri kita sendiri” pungkas Laksmini
Reporter: Nanik Rahmawati | Editor: Maria Al-Zahra