Dapatkah Warga Kembali Berharap?

2 0
Read Time:3 Minute, 45 Second

Kalijaga.co – Terkadang terbiasa hidup sulit merupakan satu-satunya cara untuk keluar dari kesulitan. Segala upaya telah dikerahkan, hingga jenuh dan tak sanggup lagi untuk berharap. Bahkan seolah mati rasa dengan kesulitan yang ada. Kesulitan yang awalnya menimbulkan kesal dan amarah, kini dapat dihadapi dan diceritakan dengan tawa. Itulah yang dirasakan oleh warga Lembah Batu, sebuah dusun di desa Semuntai, kecamatan Long Ikis, kabupaten Paser, Kalimantan Timur.

Terbiasa dengan Jalan Rusak

Siang itu cuaca sangat cerah, matahari bersinar begitu terik menyengat kulit. Cuaca panas merupakan hal yang menyebalkan untuk sebagian orang, namun bagi warga Lembah Batu justru sebaliknya. Lembah Batu merupakan sebuah dusun di Kalimantan Timur. Dusun tersebut tidak terletak di pinggir jalan negara, melainkan masuk jauh ke dalam. Jalanan menanjak yang curam, dengan alas tanah oranye berlapis batu gunung yang tidak merata dan berlubang, sudah menjadi hal biasa bagi warga Lembah Batu.

Saat turun hujan, melintasi jalan menuju LB (Lembah Batu) merupakan hal yang mendebarkan. Jangankan saat hujan, saat tanah kering pun tidak jarang ada orang yang terjatuh dari motor saat melintasi jalan tersebut. Terlihat kendaraan beroda dua akan kesulitan saat menuruni tanjakan, sedangkan kendaraan beroda empat akan kesulitan saat menaiki tanjakan. Hal tersebut sudah menjadi makanan sehari-hari warga LB yang mayoritas merupakan karyawan PTPN XIII (PT. Perkebunan Nusantara XIII).

Narmin, pria berusia 50 tahun mengaku cukup kesulitan dengan jalanan yang berlubang, jatuh pun sudah tidak terhitung berapa kali.

“jalan berlubang, bolak balik jatuh, terlebih di tanjakan, terdapat 3 tanjakan” Ucapnya.

Begitu pula yang dialami oleh Naimah, Ronea dan warga lainnya yang rata-rata telah tinggal 20 tahun lamanya di sana. Waktu dan pengalaman membuat mereka terbiasa dengan jalan tersebut.

Kontras sekali antara warga LB dan pendatang kala mengendarai motor di jalan itu. Warga LB mengendarai motor dengan cepat meskipun berada di tanjakan sedangkan pendatang melajukan kendaraannya dengan pelan bahkan harus menurunkan penumpang saat ada tanjakan. Meski begitu jatuh dari motor sulit dihindari, bebatuan yang terhambur dan tidak tertanam pada tanah membuat kendaraan roda dua rawan tergelincir. Oleh sebab itu, jarang sekali warga terlebih orang tua mau keluar masuk LB jika keadaan tidak mendesak.

Harapan Palsu

Meskipun sudah terbiasa bukan berarti warga LB tidak menginginkan adanya perubahan. Berulang kali mereka mengajukan perbaikan jalan kepada pihak berwenang seperti kepala desa dan PTPN XIII, namun tidak juga membuahkan hasil.

“Pernah menyampaikan kepada pemerintah (kepala desa) tapi tidak direspon, ke perusahaan juga,” ungkap Narmin. “Sempat diperbaiki (pemasangan batu) 10 tahun yang lalu, tapi yaa balik lagi gitu (rusak),” lanjutnya.

Belum cukup dengan keacuhan pihak berwenang, jalanan yang memprihatinkan itu justru dijadikan senjata oleh para calon pejabat. “Calon kades dan caleg sering datang ke sini dan memberikan janji pada warga untuk perbaikan jalan, tetapi tidak ada perubahan sama sekali,” ungkap Ronea sembari tersenyum. Wanita berusia 44 tahun yang telah menetap di sana selama 10 tahun itu sama seperti warga lainnya yang telah jengah dengan janji para calon pejabat yang mencoba mencari suara dan simpati dari mereka. “Bahkan ada yang sampe dua periode, mbaa. Tapi masih juga gitu,” tambahnya.

Saat ditanya akan harapan, warga terdiam sejenak hingga dipancing terlebih dahulu lalu mereka mengiyakan. Seolah mereka sudah muak dengan harapan palsu yang mereka terima selama ini. Mereka hanya mengangguk saat kami mendoakan agar akses perjalanan menuju LB diperbaiki hingga layak.

Upaya Kepala Desa

Di lain sisi, kepala desa Semuntai yaitu Muhammad Saleh mengungkapkan bahwa memperbaiki jalan LB bukanlah hal yang mudah dan instan untuk direalisasikan. Saleh yang baru menjabat kepala desa selama empat bulan itu menyatakan bahwa pihak desa telah mengupayakan terkait perbaikan jalan dan sudah mengkoordinasi pihak perusahaan. Dalam pembagian wewenang, satu kilometer dari luar jalan utama merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan seterusnya merupakan tanggung jawab perusahaan.

“Anggaran desa yang terbatas menjadi salah satu kendala sulitnya perbaikan jalan. Terlebih desa Semuntai wilayahnya luas.” kata Saleh. “Pihak yang terkait pun belum ada tanggapan atau mungkin sedang dalam masa proses,” lanjutnya. Kepala desa termuda di Paser itu mengatakan bahwa anggaran desa yang diberikan pemerintah daerah sejumlah 155 milyar untuk 6 tahun ke depan. Perbaikan jalan LB merupakan salah satu program kerja yang ingin segera ia tuntaskan. Untuk program perbaikan jalan LB, anggaran yang akan digunakan sejumlah 3 milyar rupiah, dengan panjang jalan satu kilometer dan lebar jalan enam meter.

Saleh mengidamkan agar desa dan masyarakatnya sejahtera. Keadilan menjadi salah satu unsur misinya dalam menjalankan pemerintahan desa, tak terkecuali keadilan terhadap warga LB. Hanya saja untuk mewujudkan semua visi dan program kerja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan kerja sama yang baik antara pemerintah, perusahaan dan warga.

Reporter : Wimbi Nur Khalimatus Sa’diyah | Editor : Fikri Khairul Lisan

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *