Kalijaga.co – ChatGPT adalah salah satu teknologi terbaru program kecerdasan buatan manusia. Di dunia perkuliahan mahasiswa biasa memanfaatkannya untuk tugas kuliah. Namun, akan menjadi permasalahan jika mahasiswa menggunakannya dengan tidak tepat. Hal tersebut di sampaikan oleh Widyawan, Kombaris PT Gomatechno Indonesia, dalam acara diskusi public tentang ChatGPT dan disrupsi dunia akademik pada (05/06).
Menurutnya Widyawan, chatGPT memberikan dampak positif terhadap mahasiswa. Teknologi dapat digunakan sebagai sumber informasi, personalisasi pembelajaran, mendapat ide, alat bantu penulisan, penerjemahan, meringkas teks, parafrase, coding, dan membantu mahasiswa dalam penelitian data analisis.
Dibalik kebermanfaatan ChatGPT, ada bahaya yang mengintai pada sistem pendidikan perguruan tinggi. Salah satunya pada sistem ujian. Mahasiswa dapat memanipulasi tugas ujiannya dengan teknologi ini.
Pelaksanaan di kampus dapat memakai sistem ujian secara personal atau ujian di pesantren yaitu sorogan. Untuk evaluasi hasil ujian, kampus dapat menggunakan AI plagiarism detection karena lebih akurat dan terjangkau. Begitu penjelasan lebih lanjut dari Widyawan.
“Saya pernah mencari buku panduan terkait sistem kebut pake chatgpt itu sudah ada caranya gimana sih mengerjakan skripsi pake ChatGPT itu bukunya cukup banyak,” terang Fullah Jumaynah, peneliti dan konsultan riset dan ilmu data politik.
ChatGPT dapat membantu kebutuhan data-data sekunder penelitian terutama pada pengumpulan data. Diantaranya penulisan historis, teori, literature review, keterkaitan variable, hingga penyusunan struktur kalimat atau paragraph.
Fullah menegaskan bahwa pemanfaatan ChatGPT dan perkembangan AI secara garis besar dalam dunia akademik tidak bisa menggantikan posisi manusia sebagai peneliti. Namun, AI akan sangat membantu kerja penelitian.
“Bahkan teknologi politik itu dibutuhkan di era sekarang, bahkan sampai kedepan, karena kedepan pekerjaan pekerjaan analisis politik seperti saya bisa saja akan semakin membutuhkan teknologi seperti ini,” ujar Fullah.
Reporter: Teguh Wicaksono | Editor: Maria Al-Zahra