Judul: Perempuan Ulama Di atas Panggung Sejarah | Penulis: K.H Husein Muhammad | Penerbit: IRCiSoD | Tahun Terbit: 2020 | Tebal: 234 hlm | Presensi: Nanik Rahmawati
Lihatlah
Utusan Tuhan ini
Ia tak pernah mencatutu hak-hak perempuan beriman
Ilmu pengetahuan menjadi jalan hidup keluarganya
Mereka menjadi pengusaa
Ahli hukum
Aktivis politik, kebudayaan dan sastra
Berkat putri-putri Nabi
Gelombang pengetahuan menjulang ke puncak langit
Kalijaga.co – Puisi diatas mengambarkan peran perempuan dalam sejarah peradaban islam. Aktivitas dan posisi perempuan dalam ruang publik, politik dan ekonomi diakui oleh sejarah. Namun, faktanya perempuan semakin termarginalkan. Akibatnya banyak perempuan didomestikkan dan berdiam diri di rumah. Begitulah gambaran puisi karya Ahmas Syuqi, salah satu penyair Arab dalam buku Perempuan Ulama Diatas Panggung Sejarah.
Sering kita menganggap bahwa kata ulama identik dengan seorang laki-laki. Padahal kata ‘Ulama’ berarti orang-orang yang berilmu. Untuk menunjukkan perempuan sebagai ulama harus ditambahkan kata ‘perempuan’ dibelakangnya. Seolah-olah perempuan tidak termasuk ke dalam kata ‘ulama’ melainkan sub-ulama didalamnya. Ini menunjukkan budaya patriarki yang membelenggu perempuan melekat kuat. Padahal dalam sejarah perempuan memiliki peran dalam kehidupan, salah satunya pembelajaran tentang agama.
K.H Husein Muhammad merangkum kisah perjuangan 30 perempuan ulama di zaman Nabi Muhamad. Diataranya ada Sayyidah Khadijah dan perjuangan membela Islam di awal keberadaannya, Asma binti Abu Bakar , Sayyidah Aisyah perempuan periwayat Hadist, Sayyidah Zainab, Amrah bin Abdurrahman, Sayyidah Nafisah, Sayyidah Sukainah, Zubaidah binti Abu Ja’far al-Manshur, dan masih banyak lagi.
Salah satu tokoh perempuan yaitu Rabi’ah al- Adawiyah al Bashriyyah. Perempuan pecinta Tuhan yang disampaikannya rasa cinta itu melalui karya sastra puisi. Kecintaan kepada Tuhannya begitu hebat. Sehari-hari ia habiskan untuk memuji-Nya, menyucikan-Nya dan merindukan-Nya. Bahkan sepanjang malam Rabi’ah bermunjaat kepada Allah sambil menangis. Dapat terlihat bagaimana seorang perempuan berilmu tinggi dan memiliki cinta yang begitu kuat kepada Allah, sampai melupakan duniawinya. Hal-hal yang belum tentu dilakukan ulama laki-laki lainnya.
Buku ini juga menceritakan sejarah pelaksanaan Deklarasi KUPI ( Kongres Ulama Perempuan indonesia ) di Pesantren Kebon Jambu, Ciwaringi, Cirebon pada April 2017. Dari KUPI inilah cikal bakal perjuangan perempuan muslim, salah satunya dengan bekerja sama dengan laki-laki, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan elemen masayrakat lain untuk menegakkan keadilan gender.
Kesetaraan gender pun dibahas mendalam di buku ini. Bagaimana kesetaraan gender di Indonesia sebagian besar di pengaruhi oleh agama. Islam sebagai agama mayoritas berperan pada pemahaman gender di Indonesia. Berasal dari tafsir dan kitab-kitab klasik bahwa perempuan dan laki-laki adalah 2 hal yang berbeda dimana laki-laki memiliki posisi superior dan pemiliki otoritas atas perempuan. Upaya-upaya sosialiasai gender mendapat kecurigaan dan kesalahpahaman. Ini dikarnakan adanya bumbu-bumbu idiologi barat yang masuk dan merusak konsep awal kesetaraan gender.
Ketika semua elemen masyarakat menyadari persoalan gender ditemukan tiga hal penting dalam wacana kesetaraan gender. Pertama, mulai terungkapnya fakta-fakta kekerasan perempuan yang terjadi. Kedua, kemampuan para aktivis perempuan muslim untuk mengkritisi wacana agama yang menyangkut perempuan. Ketiga, semakin sadarnya masyarakat tentang demokrasi dan hak asasi manusia.
Cerita yang disampaikan penulis saling berkaitan dan memudahkan pembaca dalam memahaminya. Namun, sayangnya tokoh perempuan ulama tanah air yang disebutkan masih minim, jadi pembaca sulit menemukan dan mengenal secara lebih dekat. Beberapa tokoh ulama perempuan di Indonesia yang memiliki peran besar dalam perkembangan agama islam seperti Nyai Siti Walidah, Nyai Khairiyah Hasyim dan Nyai Sholihah.
Sumber foto: Bincang Muslimah.com
Editor: Maria Al-Zahra