QUO VADIS MAHASISWA KPI

8 0
Read Time:4 Minute, 17 Second

Obrolan demi obrolan kulakukan; dengan kawan, dengan dosen, dengan aktivis atau dengan mereka yang disebut orang-orang ‘mahasiswa ambis’. Satu pertanyaanku yang sedari awal ingin kucari jawabannya, hanya mempertanyakan hal sederhana seperti judul tulisan ini.  Hendak ke mana, hei kau, Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)?

Usia dua puluh tiga bulan

Jika kita mempertanyakan, waktu 23 bulan itu bayi sudah bisa apa saja? kurasa kita semua sepakat mayoritas bayi di usia demikian sudah bisa berjalan, dan juga sudah pandai mengucapkan beberapa kata demi kata. Ayah, bunda, cucu (susu), mamam (makan) atau kosa kata lainnya. Bukan waktu yang sebentar, pun bukan waktu yang lama untuk kita bisa menyaksikan bayi yang baru lahir untuk kemudian bisa berbuat hal-hal demikian.

Bagi beberapa mahasiswa, termasuk saya sendiri, waktu 23 bulan itu cukup untuk bisa menilai realita yang ada, entah dari sisi masyarakat, Negara atau dunia kerja. Namun, kenyataannya kita masih bingung hendak ke mana.

Apa sebenarnya yang menjadi tujuan kita sebagai mahasiswa KPI itu sendiri?

Beberapa dosen mengatakan, kita dididik untuk menjadi orang yang berpengaruh kepada lingkungan, singkatnya menjadi ‘orang penting di sebuah institusi dan media’. Ada satu celotehan dosen senior KPI yang kuingat, “kalian mahasiswa KPI disini itu tidak dididik untuk jadi tukang gulung kabel di media, tapi kalian itu dididik untuk mejadi seorang yang bisa memberikan solusi bagi media-media itu.”

Namun, realita yang kulihat selama ini tidak demikian. Kita jauh dari kata menjadi seorang ‘superhero’. Eh, tapi kalau jadi superhero kesiangan mungkin saja, why not?. Miris tapi benar. Itulah yang kurasa dan kudapatkan dari beberapa obrolan dengan kawan sesama mahasiswa KPI.

Hampir dua tahun menjadi mahasiswa, tapi aku masih terombang-ambing kebingungan. Hendakku bawa ke mana identitas komunikasi penyiaran Islam ini? Bicara jurnalistik dan broadcasting, kami di KPI selama 23 bulan baru mendapatkan mata kuliah dasar dari keduanya. Minimnya mata kuliah penjurusan yang diberikan, kemudian diperparah dengan  bolosnya dosen untuk mengajar serta seabrek tugas yang tidak relevan.

Ketika bercermin ke dunia industri, oh Tuhan, berilah kami mukjizat-Mu!

Bagaimana mungkin kami bisa merasakan hangatnya air industri, ketika untuk bersaing saja rasanya ilmu ini sudah minder sebab perbedaan jam terbang. Mereka sudah merasakan mimpi basah, sedang kami baru bermain robot-robatan dan masak-masakan. Mereka sudahlah berkeluh dengan penulisan, mengedit video, produksi dilapangan, dan bebalnya klien, sedang kami baru mendapatkan dasar-dasar dari jurnalistik dan broadcasting.

Apa mau dikata kepada emak dan babeh dirumah, jurasan ini bukanlah jurusan yang hypebeats. Jurusan yang hanya ada di universitas yang ada nama Islamnya saja.kadang pula ketika ditanya sama orang, “kuliah jurusan apa dek?”Oh, aku kuliah di jurusan komunikasi ngeh pak”. Terlalu trauma aku hingga memilih menjawab demikian, sebab menjawab jurusan KPI selalu tak dikenali sama orang lain. Seumpama manusia, KPI diibaratkan bagai remaja belia yang baru puber, disebut komunikasi iya, disebut penyiaran juga iya, bahkan juga disebut jurusan cara berdakwah.  Tidak dewasa, tidak pula anak kecil.

Hendak ke mana, hei kau Mahasiswa KPI?

Bila kenyataanya apa yang didapat dari prodi itu hanyalah bagian kecil dari kompleksnya keilmuan di bidang industri kreatif, masihkah hanya akan berpangku tangan kepada prodi semata? Sedangkan kita ketahui sendiri, saat ini, persaingan di dunia industri kreatif bukan hanya dari manusia melainkan sudah muncul pesaing baru, yakni si mesin pembuat onar yaitu Artificial Intelligenci (AI).

Pertanyaan inilah yang pada akhirnya membukakan mataku kepada hal yang lebih luas. Beberapa orang sudah menyadarinya, bahwa mereka tidak bisa hanya berpangku tangan kepada  prodi semata. Mereka perlu mencari tempat lain agar bisa mempertahankan identitas ‘KPI’ itu. Cara mereka adalah dengan bertumbuh lebih dekat nan intim dengan industri lewat berbagai organisasi, komunitas, dan juga kelompok-kelompok kreatif lainnya.

Bila ditanya kata apa yang tepat untuk mengambarkan mahasiswa KPI, aku memilih kata yang terdiri dari enam huruf, yakni “MALANG”. Iya, malang sekali nasibmu wahai mahasiswa KPI. Di kampus kalian, baru mendapatkan ilmu yang bisa dibilang baru dasarnya saja atau kata menyakitkannya  “sedikit”, di sebagian pribadi orang,mereka masih dalam pencarian jati diri, tapi mau tidak mau, untuk tetap bisa eksis dalam dunia ini kalian harus menjadi PALUGADA (apa yang lu mau, gue ada), dituntut untuk menjadi segala bisa dan mahir, menjadi generalis dan juga spesialis adalah kunci untuk bertahan dalam identitas KPI itu sendiri.

Semua pilihan ada ditangan masing-masing, termasuk juga kau, mahasiswa KPI. Jika takdir itu adalah ranah tuhan, maka manusia dapat berbuat untuk mengusahakannya; pergi kemana saja kaki ingin melangkah, berbuat dengan sekuat raga, dan berkaryalah. Seumpama burung, kita bebas hendak pergi kemana. Seumpama harap adalah makanan, maka tuhan telah menempatkannya, asal kita pintar dalam pencarian dan perbuatan.

Ada sebuah pepatah dari ayah Pidi Baiq,” Dulu, nama besar kampus disebabkan oleh karena kehebatan mahasiswanya. Sekarang, mahasiswa ingin hebat karena nama besar kampusnya”.

Menjadi sukses bukanlah sebab jurusan, menjadi sukses adalah sebab pilihan hidup. Mau  KPI, DKV, ILKOM, apapun itu, selama diri mahasiswa itu sadar akan rasa lapar dalam keilmuan, maka memimpikan kesuksesan bukanlah hal yang gila.

Sejatinya jurusan hanyalah kendaraan semata, dan kita mahasiswalah pengendalinya. Bila tujuan itu bernama sukses, maka tumpangilah kendaraanmu menuju kesana.

Hendak kemana, hey kau mahasiswa KPI? Ini adalah bentuk pertanyaan kepada diri sendiri yang selama ini bingung untuk menuju kemana.

Penulis: Ryamizar | Editor: Maria Al-Zahra

sumber gambar: Binus.co

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
100 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *