Demi Bumi: Masalah Lingkungan yang Sudah di Depan Mata
Kalijaga.co – Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional, Santri Gus Dur Jogja bersama Islami.co menggelar forum diskusi bertajuk Demi Bumi: Menggali Khazanah Ekologi Santri, Kamis (20/10/2022).
Menurut Rifqi Fairuz, dari Islami.co selaku moderator, diskusi ini berangkat dari keresahan mengenai semakin terasanya perubahan iklim di dunia, terutama di Nusantara. Menurutnya, perubahan iklim yang terjadi ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh tangan manusia.
“Di daerah saya, di Pantura yang panas itu, kok ya ada hujan es. Ini menandakan adanya anomali-anomali cuaca yang terjadi saat ini”, ucap Fairuz saat membuka diskusi yang dilaksanakan di Joglo Sekretariat Nasional GUSDURian itu.
Maria Fauzi, pemateri dari Neswa.id, menyebutkan bahwa masalah lingkungan ini sejatinya adalah masalah yang penting. Namun isu tersebut justru luput dari perhatian masyarakat. Padahal dampaknya sudah sangat terasa hingga saat ini.
Perkembangan dunia modern saat ini, menurut Maria, telah memberi sumbangsih yang tidak sedikit terhadap permasalahan lingkungan. Sistem kapitalisme dan industrialisasi yang memiliki pengaruh luar biasa terhadap dunia, justru mempengaruhi masyarakat agar giat melakukan pembangunan tanpa memperhatikan kelestarian alam.
Hal ini tercermin dari semakin maraknya pembangunan bangunan-bangunan pendidikan atau pemerintahan yang justru menggusur lahan produktif seperti lahan pertanian. Menurut Maria, di titik inilah agama seharusnya memiliki peran penting sebagai motor gerakan peduli lingkungan, terlebih Islam.
“Kenapa muslim? Ya, karena penduduk muslim di Indonesia ini banyak sekali,” jelasnya.
Maria merefleksikan pembangunan masjid-masjid pada zaman keemasan Islam dulu itu tidak hanya memedulikan aspek keindahan semata. Para arsitek kala itu juga ikut memedulikan kelestarian lingkungan, seperti dengan menggunakan material yang ramah lingkungan.
Hal itu sangat bertolak belakang dengan kondisi hari ini. Menurut pendiri Neswa.id itu, saat ini memang banyak masjid besar dibangun, tapi bangunan ibadah tersebut sangat kurang memperhatikan keramahannya terhadap lingkungan. Padahal, Islam sendiri sejatinya sengat peduli dengan lingkungan. Kondisi itu diartikan Maria sebagai ‘beragama tanpa spiritualitas’.
“Pandangan mengenai alam menjadi hanya material yang bisa dimanfaatkan sesukanya saja. Terutama dimanfaatkan dengan dalih agama, maka hal ini bisa menjadi problem.”, pungkas Maria.
Senada dengan Maria, Yaser Arafat, peneliti kebudayaan dan dosen di UIN Sunan Kalijaga memaparkan bahwa pada zaman dulu, Umat Islam di Nusantara ini telah mengamalkan apa yang disebut sebagai spiritualisme ekologis.
“Pembangunan masjid oleh wali jaman dulu sangat memperhatikan spiritualisme ekologis. Bisa diambil contoh adalah masjid di Plosokuning yang dikelilingi oleh air. Hal ini merupakan pengejawantahan konsep Arsy-nya Gusti Allah ini di atas air”, papar Yaser.
Di dalam pengimplementasian proses peribadatan, umat Islam di Nusantara sangat memperhatikan relasi manusia dengan lingkungan. Menurut Yaser, lingkungan yang dimaksud bukan sebatas pada lingkungan manusia saja. Melainkan sampai pada taraf lingkungan alam yang tidak terlihat. Hal ini disebutnya dengan istilah Bebrayan Ageng.
“Ketika bebrayan ageng ini diterapkan, maka kita sedang menjaga harmoni, equilibrium, antara jagad manusia dengan jagad selain manusia. Hal ini yang orang modern tidak menyadari, ada hubungan erat manusia dengan selain manusia, termasuk malaikat almukorrobin”, tambahnya.
Konsep bebrayan ageng ini dapat dituangkan dalam bentuk sedekah yang ditujukan pada alam. Contohnya adalah sedekah bumi, sedekah laut, dan buaan. Hal-hal itu, menurut Yaser, bukan klenik atau kemusyrikan.
Ia menjelaskan bahwa sedekah itu ditujukan agar yang mendapatkan rahmat dari sedekah bukan hanya manusia. Melainkan juga umat jin, hewan, dan tumbuhan juga merasakan rahmat sedekah.
Membahas isu lingkungan, Inayah Wulandari Wahid, dari Greenpeace Indonesia, bercerita tentang perjuangannya bersama timnya dalam memperjuangan hak udara bersih di Jakarta. Kabar baiknya ia dan tim telah memenangkan gugatannya di pengadilan. Namun, ia menyayangkan bahwa isu semacam ini masih luput dari perhatian publik.
“Isu-isu seperti ini justru luput dari perhatian masyarakat umum. Pasti ada isu-isu lain yang digoreng agar isu lingkungan ini tidak mendapat perhatian.” Papar putri Gus Dur itu.
Menurut Inayah, saat ini masyarakat masih kurang peduli pada isu-isu lingkungan. Padahal, isu lingkungan, apalagi soal udara bersih, adalah masalah mendasar yang seharunya dipahami masyarakat. Sebab, oksigen adalah kebutuhan makhluk hidup agar tetap dapat melangsungkan kehidupannya.
“Padahal kami ini memperjuangkan hal mendasar manusia yaitu oksigen. Kita gak ada oksigen mati, lo”, Pungkasnya.
Reporter: Gandhi Muhammad | Redaktur: Aji Bintang Nusantara