Menjelajah Jejak Aksara Nusantara Lewat Abhinaya Karya

11 0
Read Time:3 Minute, 23 Second

Kalijaga.co − Sebagai perwujudan satu dari dua agenda besar tahunan, Museum Sonobudoyo menyelenggarakan Pameran Abhinaya Karya 2022. Pameran ini bertajuk “Vidya Mulya: Jejak Pengetahuan Nusantara” yang diselenggarakan dari tanggal 28 September hingga 22 Oktober 2022 di Gedung Pameran Temporer Museum Sonobudoyo. Pengunjung pameran mencapai sekitar 1560 orang per harinya.

Pameran ini berisikan Aksara Pallawa hingga Jawa Kuno, prasasti dari berbagai masa dan media, manuskrip, lontar dari Bali, mesin tik, hingga buku bacaan. Benda-benda tersebut didapat dari berbagai sumber yang sekaligus merupakan koleksi museum yang jarang dikeluarkan.

Fajar Widjanarko selaku kurator pameran, menyampaikan bahwa tema ini berangkat dari suatu narasi besar, yakni perpustakaan. Namun, pameran ini perlu untuk mengakomodir antara kepentingan museum dan perpustakaan sehingga mengambil satu isu general berupa aksara. Maka kemudian, fokus utama pameran ini adalah keberaksaraan dan reproduksi pengetahuan.

“Kita melihat bagaimana pengetahuan itu diproduksi di Nusantara. Nah, potret pengetahuan yang paling bisa ditangkap dari koleksi museum itu adalah aksara. Karena beberapa koleksi praktis itu merekam dokumentasi aksara dari masa ke masa,” jelas Fajar ketika diwawancarai di Museum Sonobudoyo Unit II, Senin (10/10/2022).

Sebagai judul pameran, Vidya menggunakan suatu etimologi sansekerta yang memiliki arti pengetahuan. Sedangkan, Mulya yang berarti kemuliaan ini dikaitkan dengan satu lanskap, sumbu filosofis yang berada di kawasan malioboro dan museum sonobudoyo, Margo Mulyo

Maka, lebih jauh pameran ini diadakan bukan hanya sebagai pameran aksara, namun memotret isu hangat yang sedang dibicarakan. Tidak lain dan tidak bukan, sumbu filosofi yang diusulkan menjadi warisan budaya dunia.

“Pameran tidak hanya berdiri sebagai institusional museum, perpustakaan. Tapi juga memotret isu-isu yang sedang hangat dibicarakan sehingga kaitannya dengan sumbu filosofi,” lanjut Fajar. 

Salah satu koleksi manuskrip di Museum Sonobudoyo yang disebut Serat Panji Bedhah Negari Bali yang mengisahkan perjuangan Raden Asmarabangun dalam menaklukkan Bali. Foto: Yustika Nicky

Selain itu, pameran Vidya Mulya ini dihadirkan sebagai turunan satu agenda besar Museum Sonobudoyo pada tengah tahun yaitu Abhinaya Karya. Satu agenda lain Museum Sonobudoyo adalah AMEX (Annual Museum Exhibition) yang merupakan pameran akhir tahun. 

Sedangkan, tujuan dasar diadakannya pameran ini adalah sebagai media komunikasi museum. Namun, buah lain adanya pameran ini pun dimaksudkan sebagai: Pertama, untuk menunjukkan kepada pengunjung. Kedua, menarasikan ulang. Ketiga, mencoba untuk meriset. Sehingga, pameran ini dapat dikatakan sebagai tangan panjang dari museum kepada masyarakat sendiri.

“Melalui riset dan diskusi lebih jauh terkait dengan koleksi, informasi dari koleksi yang cenderung abu-abu, buntu, atau kemudian masih ada simpang siur bisa kita peroleh, tidak hanya dari kegiatan yang dilakukan museum atau riset saja, tetapi juga dari bantuan masyarakat.” ujar Fajar.

Terakhir, menurut Fajar tidak setiap pengunjung memiliki ketertarikan yang mendalam terhadap koleksi. Namun, mengunjungi pameran maupun museum dapat menjadi simbol ekspresi diri serta membangun pengalaman pengetahuan mengenai koleksi. Dengan ramainya pengunjung pameran terlebih banyaknya perhatian dari generasi muda, menjadi salah satu tindak ujung nyata dari hasil berbenah dan kerja kreatif museum. 

“Harapannya sebelum diselenggarakan, kami para kurator itu selalu punya harapan bahwa masyarakat dapat melihat museum sebagai ruang inklusif tidak eksklusif,” tutup Fadjar Widjanarko.

Ahmad Fauzan, salah satu pengunjung museum mengungkapkan kesannya setelah mengunjungi pameran bertajuk Vidya Mulya ini. 

“Tempatnya bersih, rapi, enak buat dikunjungi. Paling menarik itu lontar, kok bisa detail banget gitu, keren,” ujar Fauzan ketika diwawancarai di dalam ruang pameran Vidya Mulya, Senin (10/10/2022).

Fauzan menceritakan, ia hanya ikut-ikutan teman yang mengajak untuk mengunjungi pameran ini. Terlepas dari itu, ia mengakui akan manfaat adanya pameran aksara di era saat ini. Bagi, Fauzan adanya pameran ini perlu dan penting untuk menambah pengetahuan.

“Menurutku, sangat bermanfaat karena dapat menambah-nambah pengetahuan. Terlebih, aku bukan orang asli sini. Perlu untuk cari tahu lebih banyak tentang budaya dan sejarahnya,” terang Fauzan.

Cerita Fauzan ini sekaligus membuktikan pendapat Fajar, bahwa setiap pengunjung belum tentu memiliki ketertarikan mendalam terhadap koleksi. Justru, kunjungan pameran maupun museum ini menjadi simbol ekspresi diri serta membangun pengalaman pengetahuan mengenai koleksi.

Namun, hal ini dapat sekaligus menjadi “amin” dari harapan Fajar dan kurator lainnya yang menginginkan museum menjadi ruang yang tidak eksklusif.

Reporter: Aida Husna R dan Kharismatul Khasanah | Koordinator Liputan: Dini Afiyah Hidayati | Redaktur: Aji Bintang Nusantara | Fotografer: Yustika Nicky

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
75 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
25 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *